Teknologi budidaya ikan sistem bioflok adalah suatu teknik budidaya melalui rekayasa lingkungan yang mengandalkan pasokan oksigen dan pemanfaat mikroorganisme pada air kolam yang secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan.

Bioflok terdiri dari dua suku kata, bio yang berarti kehidupan dan floc yang berarti gumpalan. Dalam teknik bioflok, kotoran ikan berubah menjadi gumpalan kecil digunakan sebagai pakan alami ikan. Bioflok merupakan perpaduan dari alga, ganggang, jamur, dan bakteri yang kaya protein dan baik untuk dikonsumsi ikan.

Prinsip dasar bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang terdiri dari kabon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen menjadi massa sludge berbentuk bioflok. Perubahan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bakteri pembentuk gumpalan sebagai bioflok.

Desain pembuatan kolam ikan sistem bioflok

Perubahan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bakteri pembentuk gumpalan sebagai bioflok. Pemanfaatan berbagai mikroorganisme air seperti bakteri, alga, fungi, protozoa, metazoan, rotifer, nematoda, gastroricha, dan organisme lainnya dapat memakan kotoran atau zat berbahaya dan akan dijadikan protein agar dapat dimakan oleh ikan.

Baca juga : Akuaponik, Solusi Budidaya Perikanan dan Pertanian pada Lahan Terbatas

Penerapan budidaya sistem bioflok ini sudah banyak diterapkan pada perikanan air tawar terutama ikan lele dan ikan nila karena mampu meningkatkan produktivitas hasil perikanan yang lebih tinggi. Selain itu, metode bioflok juga dapat meminimalisir penggunaan lahan karena tidak terlalu luas dan meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Pembangunan sistem pembuangan kolam bioflok

Teknik ini populer karena mampu menggenjot produktivitas panen yang lebih tinggi. Selain itu, metode bioflok juga menekan penggunaan lahan menjadi tidak terlalu luas dan hemat air. Oleh sebab itu, bioflok menjadi solusi efektif untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat serta menjadi cara ekonomis bagi para pebisnis bidang perikanan.

Penerapan sistem bioflok melalui rekayasa lingkungan dengan mengandalkan suplai oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme mampu menjadikan hasil panen melonjak tiga kali lipat dibanding sebelumnya dibandingkan dengan budidaya sistem konvensional.

Sistem konvensional biasanya menerapkan metode padat tebar 100 ekor/m3, dimana memerlukan waktu 80 hingga 110 hari untuk panen. Maka untuk sistem bioflok dengan padat tebar 500-1000 ekor/m3 hanya memerlukan waktu panen 75 hingga 90 hari saja.

Disamping itu, inovasi teknologi budidaya ikan ini juga membuat penggunaan pakan lebih efisien. Misalnya pada metode budidaya konvensional nilai Feed Convertion Ratio (FCR) rata-rata sekitar 1,5 maka dengan teknologi bioflok Feed Convertion Ratio (FCR) dapat mencapai 0,8 hingga 1,0.

Proses pengisian untuk kolam bioflok yang baru saja dibangun

Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging ikan pada sistem konvensional memerlukan sekitar 1,5 kg pakan. Sedangkan dengan metode bioflok, hanya memerlukan 9,8 hingga 1,0 kg pakan ikan. Di berbagai daerah, bioflok terbukti efisien dibanding sistem konvensional, bahkan meningkatkan produktivitas lebih dari 3 kali lipat.

Baca juga : Ikan Lele, Salah Satu Jenis Ikan Air Tawar yang Paling Digemari Masyarakat

Contohnya pada kolam dengan rata-rata padat tebar 1.000 ekor/m3 dengan ukuran diameter 3 meter, maka dapat ditebar sekitar 3.000 ekor benih lele. Dari jumlah tersebut, dapat menghasilkan lele konsumsi mencapai 300 kg hingga 500 kg per siklus panen (75-90 hari).

Kolam dengan tehnik bioflok hemat air

Teknologi Bioflok atau Biofloc Technology (BFT) memiliki beberapa manfaat, antara lain meningkatkan kualitas air dengan menyeimbangkan karbon dan nitrogen, ketersediaan protein bakteri sebagai sumber makanan, mengurangi biaya pakan ikan dan ramah lingkungan, kolam lebih bersih karena sebelum ikan yang dibudidayakan diberi pakan, air kolam dikeluarkan terlebih dulu dan diisi air mengalir. Pengaliran air yang bersih, membuat budidaya ikan terbebas dari bau amis.

Saat ini, pengembangan teknologi sistem bioflok untuk perikanan dilakukan pemerintah melalui KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dengan menggandeng peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Pengembangan terus dilakukan karena sistem ini sangat ramah lingkungan.

Inovasi dalam bidang budidaya perikanan ikan ini sangat efektif dan efisien dalam menekan penggunaan air, lahan atau kolam serta mempunyai kemampuan adaptasi lebih baik dengan perubahan iklim.

Adanya sistem bioflok mendorong peternak-peternak ikan di daerah terpencil untuk memenuhi ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar wilayahnya. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menertibkan keramba jaring apung (KJA) di perairan umum, seperti danau, waduk, sungai, dan lainnya.

Sistem bioflok juga hemat pemberian pakan

Dengan adanya tehnologi bioflok ini para peternak ikan air tawar ini dapat melakukan budidaya ikan di daratan dengan menggunakan kolam-kolam terpal. Apalagi dengan mengoptimalkan tehnologi yang ada, kegiatan peternakan ikan tidak harus menggunakan lahan yang luas.

Baca juga : Ikan Nila, Jenis Ikan Air Tawar yang Banyak Dibudidayakan dan Dikonsumsi Masyarakat

Saat ini popularitas bioflok semakin meningkat di kalangan masyarakat dan pembudidaya ikan. Kondisi itu bisa terjadi, karena teknologi tersebut dinilai mampu menggenjot produktivitas ikan, penggunaan lahan yang tidak terlalu luas, dan juga hemat sumber air.

Panen ikan lele

Peran ikan sebagai benteng ketahanan pangan nasional, hingga kini dinilai masih belum maksimal. Padahal, dengan potensi yang dimiliki Indonesia, ikan berpeluang menggantikan lauk pauk berbahan nabati sebagai pendukung utama ketahanan pangan.

Oleh itu, Pemerintah Indonesia ditantang untuk terus melakukan inovasi untuk memanfaatkan ikan sebagai penopang ketahanan pangan utama. Untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional yang semakin tinggi, maka langkah utama yang perlu dilakukan adalah melalui intensifikasi teknologi yang efektif dan efisien. (Ramlee)

By Ramlee

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *