Selama ini di kalangan penghobi burung perkutut dikenal ada dua jenis burung perkutut. Keduanya adalah perkutut bangkok dan perkutut lokal. Dari kedua jenis burung ini, secara fisik sebenarnya tidak ada perbedaan yang terlihat mencolok. Baru ketika kedua burung ini manggung atau berbunyi bisa diketahui, apakah itu perkutut bangkok ataukah perkutut lokal.
Secara sederhana, masyarakat mengartikan bahwa yang dinamakan perkutut bangkok adalah perkutut yang berasal dari Bangkok – Thailand. Sedangkan perkutut lokal adalah perkutut asli dari alam Indonesia. Sepintas memang perkutut bangkok terlihat lebih besar dibandingkan dengan yang lokal.
Perkutut bangkok sendiri sejak kedatangannya beberapa puluh tahun silam cukup menarik perhatian para kung mania, demikian para penghobi burung perkutut disebut. Banyak sekali kung mania berburu perkutut bangkok ke beberapa penangkaran untuk dikoleksi dan dinikmati anggungannya, dan juga dilombakan. Bahkan tidak jarang mereka mencarinya sampai ke negera tetangga, Thailand.
Perkutut bangkok yang yang didatangkan langsung dari Thailand maupun yang sudah beranak pinak di Indonesia, sebenarnya berasal dari Jawa. Meskipun perkutut bangkok nenek moyangnya merupakan perkutut lokal, tetapi perawakan perkutut bangkok sedikit berbeda dengan perkutut lokal.
Baca juga : Pemeliharaan Burung Perkutut yang Disiapkan Lomba agar Tidak Tampil Mengecewakan
Perkutut Bangkok umumnya mempunyai ciri-ciri seperti ekor panjang dan lebar, tubuh besar, badan gemuk serta bulu-bulunya yang sangat lebat dan mengkilap. Warna bulu dari jenis ini cenderung cerah dengan beberapa variasinya seperti putih susu atau abu abu.
Semua bermula pada abad ke-14, ketika perkutut lokal Indonesia menjadi barang hadiah dari Raja Sriwijaya kepada Raja Muangthai ke-4. Perkutut jawa itu dinamai Nok Khao Chawaa, yang mempunyai arti burung gunung dari Pulau Jawa.
Masyarakat Siam kuno percaya bahwa burung perkutut adalah burung pemberian Dewa. Konon menurut legenda, di antara 200 an ribu jenis burung penghuni surga, diturunkanlah sepasang burung yang dinamakan perkutut. Pasangan burung tersebut turun di sebuah gunung yang tanahnya subur. Itulah tanah Jawa.
Para ahli sejarah mengatakan, 5.000 tahun lalu suara perkutut merupakan perwujudan bahasa Kawi (Jawa kuno). Sebagai burung mulia pemberian dewa, saat mati jasadnya tidak membusuk, tetapi mengering dan langsung menyatu dengan tanah.
Wajar jika mereka percaya, bahwa memelihara perkutut Jawa mampu mendatangkan berkah. Merawat perkutut dengan baik berarti telah melakukan amal mulia. Bahkan pada prasasti dari abad ke-15 ditemukan tulisan: “Siapapun yang memelihara perkutut Jawa, maka hidupnya akan tenteram, selamat, terangkat derajatnya, dan bahagia.”
Baca juga : Cara Membedakan Perkutut Jantan dan Betina
Ajaran ini diwariskan turun temurun, hingga menimbulkan kepercayaan tersendiri bagi penganutnya. Sampai sekarang masyarakat Thailand menyebut burung perkutut dengan nama Nok Khao Chawaa. Ada pula yang menamainya para-kutut.
Jadi popularitas perkutut Jawa di negeri Gajah Putih dimulai sejak ratusan tahun lalu. Bukti-buktinya ditemukan pada prasasti batu bertulis, relief, dan reruntuhan tiang bekas kerajaan di Provinsi Nakorn Ratchasima. Pada zaman kerajaan Ratanakosin, sekitar 200 tahun lalu, sang raja mengundang ahli perkutut ke istana. Tugasnya memelihara perkutut, membudidayakan, dan menuliskan sejarahnya.
Tradisi itu diwariskan sampai sekarang, yaitu raja ke-9 (Bhumibol Adulyadej). Hobi memelihara perkutut semakin merakyat. Penggemar burung perkutut tersebar ke pelosok desa di Thailand. Mulai dari Provinsi Pattani di Selatan terus ke Nakornsrithammarat, Nakorn RL-tchasima, Petchburi, sampai ke Chiang Mai di Utara.
Seperti halnya di Indonesia, di Thailand pun burung perkutut Jawa sering dilombakan pada tingkat antar kota sampai antar provinsi bahkan negara. Lomba perkutut sudah dimulai sejak abad ke-15, tetapi bukan karena suaranya, melainkan warna bulunya.
Kian putih atau albino, semakin baik. Hadiahnya tidak tanggung-tanggung, sejumlah intan permata. Burung pemenang akan dipelihara di istana Raja. Pantas zaman itu perkutut dianggap burung permata. Sekarang lomba burung perkutut rutin diselenggarakan. Berbagai kategori dilombakan untuk memperebutkan piala, piagam, atau tanda kehormatan dari raja Bhumibol Adulyadej.
Bukan burung perkutut jawa saja yang dipertandingkan, tetapi juga peran manusianya. Pemerhati budidaya perkutut, pemilik usaha perkutut yang sukses, pelatih suara, sampai ketua organisasi perkutut teladan tingkat nasional.
Pemberian penghargaan mencerminkan majunya teknik budidaya di sana. Sertifikasi induk dan anakan dengan surat kenal lahir sudah lazim dilakukan. Penyilangan jenis unggul, pemeliharaan anakan, pembuatan sangkar, rotasi sangkar, cara pemindahan gantangan diteliti dengan seksama.
Baca juga : Upaya Mencetak Burung-Burung Juara dari Kandang Sendiri
Faktor makanan dan lingkungan ditengarai menjadikan burung perkutut jawa mengalami perubahan dari sisi suara. Ditambah dengan pemilihan indukan yang terjadi terus menerus secara sistematis membuat burung perkutut jawa menjelma menjadi perkutut bangkok.
Perkutut bangkok semakin hari ternyata semakin diminati oleh pecinta perkutut Nusantara. Yang paling menjadi daya tarik dari perkutut Bangkok adalah suaranya yang lebih besar, ngebas dan irama yang didengar lebih enak. Namun demikian, untuk perkutut lokal juga masih memiliki segmen pecintanya yang tidak bisa digeser.
Di tahun 1980 an, perkutut lokal masih merajai gelanggang konkurs. Pada saat itu, para penghobi merasa bahwa anggungan perkutu lokal masih lebih merdu daripada perkutut bangkok. Secara perlahan tidak sedikit penghobi di Indonesia mulai mengakui keunggulan anggung khas perkutut bangkok.
Suaranya besar, serta bunyi “khooongngng” nya menghentak rata. Kini, perkutut bangkok yang ada sudah merupakan perpaduan dengan perkutut lokal. Bunyi anggungannya tidak saja hanya terdengar besar namun lebih melagu.
Jika dilihat dari perjalanannya, maka tidak heran jika ada beberapa ahli perkutut yang menyebut bahwa sebenarnya tidak ada istilah Perkutut Bangkok. Ini arena pada dasarnya burung tersebut juga berasal dari Jawa. (Ramlee)
[…] Baca juga : Asal Mula Burung Perkutut Bangkok di Indonesia […]
[…] Baca juga : Asal Mula Burung Perkutut Bangkok di Indonesia […]