Burung bubut (Centropus sp.) merupakan salah satu burung endemik asli Indonesia yang dikenal dengan ciri fisik dan kicauannya yang unik. Di sebagian daerah seperti Sumatera Barat, kicauan burung bubut seringkali dijadikan sebagai penanda akan datangnya hujan. Entah benar entah tidak, tetapi terkadang kearifan lokal itu kerab dijadikan pertanda bagi petani tradisional di zaman dulu.
Burung bubut yang biasa disebut juga dengan coucals tersebut dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi bahkan sampai Pulau Papua. Jika dilihat sekilas dari bentuknya, hewan bertubuh garang dan bermata tajam ini sekilas mirip burung gagak.
Meski begitu, nyatanya kedua fauna tersebut justru datang dari keluarga yang berbeda. Burung bubut termasuk dalam kategori burung predator. Burung ini memiliki tubuh yang besar dan ramping, dengan panjang sekitar 30 – 75 cm.
Burung bubut memiliki kaki panjang dan paruh yang kuat. Selain itu, karena jenis spesies ini cukup beragam, warna bulunya pun cenderung berbeda menyesuaikan dengan habitatnya. Namun, umumnya bulu bubut berwarna hitam cenderung coklat mengkilap dengan corak putih atau hitam.
Baca juga : Tokhtor Sumatera, Burung Langka Endemik Pulau Sumatera yang Sempat Dinyatakan Punah
Burung bubut mempunyai paruh berwarna hitam legam dengan panjang sekitar 2 cm dengan ekor yang juga berwarna hitam. Walaupun ukuran tubuhnya relatif besar dan keberadaannya cukup umum di berbagai wilayah di Indonesia, namun cukup sulit untuk menemukannya di habitat asalnya.
Burung bubut mendiami area tepi hutan, semak hutan, hingga kawasan hutan mangrove lebat. Burung ini juga mempunyai kemampuan dalam berkamuflase. Burung bubut suka sekali bersembunyi di balik dedaunan dan semak-semak, sehingga sulit untuk ditemukan keberadaannya.
Di habitat alaminya, burung bubut sering mencari makan di hutan-hutan dan daerah bersemak. Bubut menggunakan paruh yang kuat dan tebal yang dimilikinya untuk menangkap dan memakan serangga, kadal, dan hewan-hewan kecil lainnya.
Terkadang burung bubut juga memangsa anak dari spesies burung lain yang ukurannya lebih kecil. Selain itu, burung bubut juga piawai dalam memangsa hewan-hewan kecil yang kerap bersembunyi di dalam dedaunan atau lubang-lubang di tanah.
Secara umum, tidak banyak perbedaan antara burung bubut jantan dan betina. Ciri fisik keduanya terbilang mirip, meski sang betina biasanya memiliki ukuran tubuh lebih besar. Selain itu, dalam hal inkubasi dan “mendidik anak” peran pejantan justru lebih dominan dibandingkan sang betina. Hal ini tentu berbeda dengan berbagai spesies burung lainnya.
Biasanya, burung bubut berkembang biak setahun sekali dan tergolong sebagai burung monogami. Burung betina akan bertelur sekitar 2-4 butir, dan telur-telur tersebut akan dierami oleh kedua induknya selama sekitar 18-20 hari.
Baca juga : Cucak Ijo, Burung Kicauan Unik yang Kian Terancam Punah
Walaupun mirip gagak, dengan warna tubuh campuran warna hitam dan corak lain pada tubuh coucal sebenarnya cukup indah. Sehingga banyak publik yang tertarik untuk memelihara burung bubut sebagai satwa peliharaan.
Namun, harus diakui jika suara burung But-But (bubut dalam dialek Melayu) jauh dari kata merdu. Kicaunya terdengar seperti “but but but but”, dengan nada rendah yang berulang dan tempo semakin cepat. Kicauannya inilah yang menjadi dasar penamaan burung ini.
Burung bubut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan memangsa serangga dan hewan-hewan kecil ini, burung bubut membantu menjaga populasi hewan-hewan yang dimangsanya agar tidak berlebihan dan mencegah kemungkinan wabah yang dapat merusak ekosistem.
Habitat burung bubut sendiri bermacam-macam, mulai dari hutan, semak belukar, hingga perkebunan. Burung ini aktif biasanya mencari makan di tanah. Diperkirakan terdapat setidaknya 12 jenis burung bubut yang ada di Indonesia dengan status sebagai satwa yang dilindungi.
Dari ke 12 jenis tersebut, beberapa jenis diantaranya merupakan burung bubut paling populer di Indonesia. Seperti Bubut Besar (Centropus sinensis), Bubut Goliath (Centropus goliath), Bubut Alang-Alang (Centropus bengalensis), Bubut Pacar Jambul (Clamator coromandus), Bubut Jawa (Centropus nigrorufus), dan Bubut Sulawesi (Centropus celebensis).
Beberapa jenis burung bubut, seperti bubut besar dan bubut kelabu, dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan burung bubut juga dapat ditemukan di Pulau Papua.
Baca juga : Cucak Rotan, Burung Unik Endemik Papua
Selain itu, ada pula jenis burung bubut yang memiliki distribusi yang lebih terbatas. Misalnya, bubut Sulawesi yang lebih banyak ditemukan di Pulau Sulawesi. Meski belum kritis, jumlah populasi bubut di habitatnya terus mengalami penurunan.
Merujuk daftar merah IUCN, dapat diketahui jika status konservasi fauna tersebut kini berada di level rentan. Contohnya seperti bubut Jawa, di tahun 2016 populasi spesies ini diketahui berjumlah 250-10.000 individu. Angka ini terus merosot seiring tingginya alih fungsi lahan yang terjadi di habitat mereka.
Secara hukum, burung bubut termasuk dalam daftar satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. (Ramlee)