Burung kedasih (Cuculus merulinus) atau emprit gantil adalah jenis burung berkicau yang diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai pembawa kabar buruk. Oleh karena itu, banyak orang yang akhirnya menjuluki burung tersebut sebagai burung pencabut nyawa.
Dari mitos yang beredar, kicauan burung kedasih akan membawa tanda buruk untuk orang yang mendengarnya. Contohnya seperti kabar kematian, datangnya malapetaka, hingga mengabarkan akan ada orang yang sakit.
Karena kepercayaan tersebut, kehadiran burung kedasih sangat tidak diinginkan sehingga banyak orang tidak mau memelihara burung ini. Tentunya burung kedasih tidak semenakutkan seperti itu. Itu hanya mitos belaka.
Burung tersebut banyak disebut dengan nama Plaintive Cuckoo di beberapa negara Eropa. Penamaan di Jawa pun berbeda, yaitu biasa dipanggil dengan Emprit Gantil. Sebutan umumnya di Indonesia adalah Wikwik.
Baca juga : Sepah Raja, Burung Madu Cantik yang Mulai Langka
Tidak seperti kawanan burung lainnya yang hidup berkelompok, burung kedasih lebih suka hidup menyendiri. Biasanya burung betina akan akan datang pada burung kedasih jantan pada masa perkawinan.
Burung kedasih mempunyai panjang tubuh sekitar 20 hingga 23cm, ekornya cukup panjang dengan paruh yang cenderung pendek. Ciri lain yang paling menonjol dari kedasih yaitu pupil matanya yang berwarna hitam. Tetapi di area pupil mata tersebut juga ada yang berwarna merah.
Untuk membedakan ciri fisik burung kedasih jantan dan betina sangatlah mudah. Kedasih jantan memiliki bentuk tubuh dan kepala yang lebih besar, suaranya nyaring, dan bulu ekornya tidak mekar ketika bertengger.
Sedangkan untuk burung kedasih betina sebaliknya yakni mempunyai bentuk tubuh dan kepala yang lebih kecil dari jantan, suaranya juga cenderung lebih kecil. Pada saat burung kedasih betina bertengger di ranting pohon, bulu ekornya akan mekar.
Habitat alami burung kedasih ada di hutan, tepi hutan, semak belukar, dan dataran rendah yang tersebar sampai ketinggian 900 m dpl. Kedasih juga acap kali dijumpai di area perkebunan, dan pedesaan. Tidak jarang juga dijumpai di area perkotaan.
Pada umumnya, setiap burung akan membuat sarang yang dijadikan tempat tinggal atau tempat untuk bertelur. Tetapi berbeda dengan burung kedasih. Burung ini justru termasuk satwa yang tidak memiliki sarang.
Baca juga : Cucak Ijo, Burung Kicauan Unik yang Kian Terancam Punah
Burung kedasih ini suka sekali bertengger dari satu pohon ke pohon lainnya pada ketinggian sekitar 10 meter. Kedasih merupakan burung penyendiri namun sangat tangguh ketika sedang mencari makan dari pohon ke pohon.
Kedasih memakan ulat atau larva serangga yang ada di dalam hutan dan menjadi pembasmi ulat secara alami. Selain itu juga kedasih juga memangsa kumbang, atau jenis serangga lainnya, dan buah-buahan.
Burung kedasih termasuk burung pengicau ini terdiri dari beberapa jenis yang tersebar di alam liar. Setiap jenis memiliki ciri khasnya tersendiri dan menjadi berbeda satu sama lainnya. Diantaranya adalah, burung Kedasih Kelabu, Kedasih Hitam, Kedasih Lurik, dan Kedasih Uncuing.
Berbeda dengan burung lainnya, burung satu ini justru tidak membuat sarang untuk berkembang biak. Pada saat hendak bertelur, burung kedasih akan menitipkan telurnya ke sarang burung lainnya dan meninggalkan telurnya begitu saja.
Ketika burung ini menitipkan telurnya, kedasih tidak langsung meninggalkan sarang burung tersebut. Tetapi akan membuang telur yang sebelumnya ada. Telur yang dibuang tersebut merupakan telur dari pemilik sarang yang menjadi tempat penitipan telur kedasih.
Membiarkan indukan burung lain yang merawatnya, lantaran menganggap bahwa telur tersebut bagian dari miliknya. Ketidaktahuan indukan burung lain, merawatnya sukarela dengan mengeraminya hingga menetas.
Baca juga : Anis Kembang, Burung Berkicau yang Pernah Jadi Favorit Penghobi
Kekejaman pun mulai tampak seusai si anakan burung kendasih menetas, dimana mereka akan membuang telur lainnya dari sarang yang dirinya tumpangi jika ada. Menendang hingga keluar dari sarang, telur burung aslinya pun terjatuh tanpa sepengetahuan induknya.
Proses kekejaman masih berlanjut, hingga anakan kendasih tumbuh dewasa. Mereka akan tetap disuapi dan diberi makan, oleh indukan asli dari telur yang dibuangnya. Perlakuan kejam tersebut, membuatnya dinobatkan sebagai ratu tega ataupun burung yang tidak mengenal balas budi.
Jarang sekali para hobiis kicau memiliki atau merawat burung kedasih ini, karena fakta unik yang beredar dimasyarakat sejak zaman dahulu. Karena burung jenis ini masih tergolong liar di alam bebas, dan dinilai tidak mempunyai harga jual dipasaran. (Ramlee)