Perkutut (Geopelia striata) merupakan salah satu jenis burung yang memiliki makna dan kaya mitos dalam budaya Jawa. Perkutut termasuk burung dari suku Columbidae, dari genus Geopelia. Burung ini merupakan jenis burung pemakan biji-bijian. Sebagai burung yang masuk dalam suku Columbidae, perkutut mempunyai banyak kerabat dekat seperti pergam dan punai yang tersebar luas di seluruh dunia.

Namun khusus jenis perkutut, penyebarannya hanya terbatas dari Semenanjung Malaya sampai Australia. Di Indonesia jenis perkutut cukup banyak. Penghobi membedakan perkutut yang ada sesuai dengan daerah asalnya, misalnya perkutut Sumatera, perkutut Jawa, perkutut Bali, dan perkutut Nusa Tenggara.

Sementara yang ada di Pulau Jawa, masih dibedakan lagi sesuai dengan asal daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah penghasil perkutut berkualitas. Misalnya saja perkutut Pajajaran, perkutut Mataram, perkutut Majapahit, perkutut Tuban, dan perkutut Madura.

Sepasang burung perkutut di habitat alaminya

Di Jawa, perkutut banyak dijumpai di daerah bersemak terbuka yang kering atau di pinggiran hutan yang berdekatan dengan pemukiman penduduk. Bahkan, burung perkutut juga sering dijumpai mencari makan di ladang atau persawahan serta di daerah yang dekat dengan kehidupan manusia.

Baca juga : Asal Mula Burung Perkutut Bangkok di Indonesia

Umumnya perkutut hidup dan mencari makan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Burung-burung ini biasanya makan di atas permukaan tanah. Tidak jarang ditemukan perkutut yang sedang minum secara bersamaan pada sumber air.

Perkutut kerap turun ke tanah untuk mencari makan

Karena tidak mudah terganggu dengan kehadiran manusia dan bisa didekati dalam jarak beberapa meter, perkutut dikenal sebagai burung yang agak jinak. Bila merasa terancam, burung ini akan terbang cepat dan berhenti dalam jarak yang pendek atau bertengger di atas pohon yang tidak jauh dari tempat asalnya.

Di alam bebas perkembang biakan perkutut tidak sebaik di breeding farm. Di alam bebas perkutut hanya bertelur dua sampai tiga kali setahun yang terjadi pada bulan Januari-September. Musim berbiak ditandai dengan pembuatan sarang oleh sepasang perkutut yang sedang berahi.

Bentuk sarangnya agak datar dan tipis. Bagian bawah sarang dibuat dari kumpulan ranting yang agak kasar, sedangkan bagian atasnya dilapisi daun rerumputan kering atau serabut yang lebih halus. sarang umumnya diletakkan pada pohon atau semak yang tidak terlalu tinggi dari permukaan tanah.

Beberapa hari setelah sarang jadi, perkutut betina akan bertelur sebanyak dua butir. Telur ini berwarna putih dengan bentuk oval. Ukuran telur kurang lebih 22 X 17mm. Telur akan dierami secara bergantian oleh kedua induk selama kurang lebih dua minggu, setelah itu telur menetas.

Perkutut hidup tidak jauh dari sumber air

Anak perkutut yang baru menetas tampak berwarna merah, tidak mempunyai bulu, dan matanya masih tertutup. Pada saat seperti ini anakan masih memerlukan kehangatan dari tubuh induknya. Oleh karena itu, induk akan mengeraminya sampai tumbuhnya bulu (sekitar umur dua minggu).

Baca juga : Menelisik Keberadaan Burung Puter Pelung di Indonesia

Anakan perkutut yang baru menetas oleh induknya diberi makan berupa susu yang dihasilkan oleh tembolok induknya. Proses penyusuan ini berjalan sesuai dengan naluri alamiah burung. Anak yang belum bisa melihat tersebut menyentuh-nyentuhkan paruhnya ke arah mulut induknya.

Seekor perkutut jantan sedang mencari perhatian betinanya

Setelah mengena, anakan tersebut akan memasukkan kepalanya di tenggorokan induknya. Proses inilah yang dinamakan menyusu. Bersamaan masuknya kepala si anak ke tenggorokan induk, si induk akan memuntahkan isi tembolok yang berupa cairan dan langsung masuk ke mulut si anak. Proses penyusuan ini biasanya berlangsung sampai si anak keluar bulu atau sudah bisa terbang.

Burung perkutut mempunyai beberapa sub lagi yang lebih bervariasi. Adapun sub jenis ini adalah Geopelia striata striata, jenis burung perkutut ini paling banyak dipelihara di Indonesia. Perkutut ini sering disebut perkutut lokal dan perkutut Bangkok yang berasal dari Jawa, Bali, dan Sumatera. Ada juga sebagian kalangan yang menyebutnya Perkutut Hawaii.

Geopelia striata maungeus, jenis burung perkutut ini disebut dengan Perkutut Sumba karena berasal dari Sumba, Sumbawa, dan pulau Timor. Burung ini dikatakan sangat mirip dengan perkutut Jawa. Geopelia striata audacis, jenis burung perkutut ini berasal dari kepulauan Kei dan Tanimbar.

Geopelia striada placida, burung perkutut jenis ini berasal dari Papua dan Australia Utara. Geopelia striata tranquila, jenis burung perkutut ini banyak dijumpai di Australia Tengah. Geopelia striata papua, jenis burung perkutut ini berasal dari Papua (Irian Jaya dan Papua Nugini), dan Geopelia striata clelaudi, jenis burung perkutut ini terdapat di Australia Barat.

Induk perkutut sedang meloloh anak-anaknya

Burung perkutut ini mempunyai beragam keunikan yang tidak dimiliki oleh burung lainnya. Bagi sebagian pemelihara atau penghobi burung perkutut, dengan hanya melihat bentuk tubuhnya, sudah bisa memastikan bagaimana suara yang akan dihasilkan.

Baca juga : Mengenal Tentang Puter Lokal Burung Endemik Indonesia

Jika dibandingkan dengan jenis perkutut Thailand atau disebut dengan perkutut Bangkok, suara perkutut Jawa ini relatif kecil dan tipis. Umumnya, burung perkutut yang di pelihara sebagai klangenan oleh kebanyakan penghobi, biasanya hanya diberi makan berupa biji-bijian saja seperti milet putih, jewawut, milet merah, gabah berukuran kecil dengan sedikit ketan hitam.

Perkutut mempunyai makna dan kaya mitos dalam budaya Jawa

Ada juga penghobi yang memberikan pakan tambahan seperti biji sawi, biji godem, canary seed, dan pakan ekstra untuk kebutuhan mineral berupa tulang sotong. Selain pemberian pakan, untuk menjaga kesehatannya burung perkutut yang dipelihara di sangkar juga memerlukan penjemuran di bawah sinar matahari langsung. Biasannya, para penghobi menjemur perkutut di tiang kerekan dengan ketinggian kurang lebih 7 meter.

Burung perkutut dulunya dikenal sebagai burung peliharaan kalangan bangsawan. Prabu Brawijaya bahkan menjadi salah satu pemelihara burung cantik ini. Konon katanya, ketika pangeran Padjajaran ini sedang diincar dengan niatan buruk dan beliau tidak bisa melarikan diri. Kemudian Prabu Brawijaya menjelma menjadi seekor burung perkutut. Sampai saat ini, kedudukan burung perkutut masih melekat di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya daerah Jawa. (Ramlee)

By Ramlee

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *