Punai gading (Treron vernans) merupakan burung sejenis merpati dengan bulu-bulu indah yang beraneka ragam warna di tubuhnya dan sering disebut sebagai merpati penuh warna. Burung ini termasuk dalam keluarga Columbidae, yang mencakup kelompok dara dan merpati. Di Aceh, burung ini disebut Rampineung. Di dunia Internasional, burung ini disebut Pink-necked Green Pigeon atau merpati hijau berleher merah muda dan salah satu spesies burung yang paling mempesona di dunia.
Burung punai gading ini memiliki ukuran tubuh seperti merpati, dengan dominasi warna hijau. Secara umum, burung merpati ini memiliki berat rata-rata antara 105 hingga 160 gram. Ukuran tubuh punai gading jantan dan betina saat dewasa cenderung serupa, yaitu sekitar 25 hingga 30 sentimeter.
Bulu-bulupunai gading jantan lebih mencolok dibanding si betina, dengan tujuan untuk menarik perhatian betina saat musim kawin. Punai jantan memiliki ciri kepala abu-abu kebiruan juga di sisi leher dan tengkuk bawah. Ada garis melintang pada dada berwarna merah jambu, sementara di dada bagian bawah ada bulatan besar jingga dan perut hijau dengan bagian bawah kuning.
Sisi rusuk dan paha memiliki tepian berwarna putih, penutup bagian bawah ekor berwarna cokelat kemerahan. Punggungnya berwarna hijau, sementara bulu penutup ekor bagian atas memiliki warna perunggu. Sayapnya berwarna gelap dengan tepian kuning yang kontras pada bulu penutup sayap yang besar, terlihat dengan jelas saat burung terbang.
Baca juga : Merpati, Burung Simbol Perdamaian ini Dapat Dijumpai di Seluruh Dunia
Bagian perut memiliki warna kekuningan yang bercampur dengan abu-abu kehijauan. Ekor memiliki warna abu-abu dengan garis hitam di bagian subterminal dan tepi berwarna abu-abu pucat. Warna bulu pada pejantan sungguh memikat.
Sementara sang betina, meskipun didominasi warna hijau daun, namun bulunya cenderung tidak selebat jantan. Paruhnya abu-abu biru dengan pangkal hijau. Tubuh bagian atas mulai dari mahkota hingga tunggir berwarna hijau gelap. Bagian perut lebih terang dengan warna hijau kekuningan.
Sebarannya cukup luas, mulai Filipina, Thailand, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Vietnam, dan Singapura. Sementara di Indonesia tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali. Burung cantik biasa berkumpul dalam kelompok kecil di hutan terbuka.
Punai gading hidup di dataran rendah dan menyukai pinggiran hutan primer atau hutan sekunder. Burung ini juga menyukai lahan pertanian atau perkebunan masyarakat, hutan dekat pantai, serta lahan sedikit terbuka. Punai gading merupakan burung yang hidup bersosial atau mencari makan berkelompok.
Hal ini dilakukan oleh punai gading untuk memudahkan mencari buah-buahan sebagai makanan utamanya, selain juga saling menjaga dari ancama predator. Punai gading kerap terbang berpindah dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari makanan.
Punai gading adalah jenis burung pemakan buah (frugivor). Makanannya meliputi buah-buahan kecil seperti beringin (Ficus benjamina), kersen (Muntingia), senggani (Melastoma), sampare (Glochidion). Punai Gading juga senang mengonsumsi buah-buahan dari pohon semak salju (Breynia disticha), legundi (Vitex), mara (Macaranga), nibung (Oncosperma), gandrik (Bridelia), dan ara (Ficus).
Baca juga : Mambruk, Burung Dara Endemik Papua Bermahkota Indah
Karena itulah, punai gading cenderung memilih untuk bersarang di pohon besar, terutama saat musim buah tiba. Punai gading termasuk jenis burung arboreal yang hidup di atas pohon. Burung ini banyak menghabiskan waktu untuk mencari buah-buahan di kanopi pohon. Biasanya, burung ini jarang turun ke tanah kecuali untuk minum.
Dikenal juga dengan sebutan merpati pelangi, punai gading memiliki peran penting dalam menyebarkan biji-biji buah. Lambungnya memiliki otot-otot yang kuat dan mengandung kerisik yang berguna untuk menggiling dan mencerna biji-biji yang terdapat dalam buah. Ini menjadikannya sebagai penyemai bibit yang efektif. Biji-biji dimakan punai gading tersebut disebar ke berbagai tempat melalui kotorannya.
Burung ini kadang-kadang dapat menjelajah hingga ketinggian 750 meter di atas permukaan laut, seperti yang terlihat di Kalimantan. Bahkan di Sulawesi, punai gading yang cantik ini dapat ditemukan hidup di hutan pegunungan pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut.
Punai gading termasuk dalam spesies sosial, yang berarti mereka hidup dan mencari makan secara berkelompok. Burung ini sering terbang dalam formasi kelompok yang terdiri dari 5 hingga 70 ekor burung sekaligus. Mobilitasnya juga tinggi, dengan kemampuan menjelajah luas dan sering pindah sarang ke daerah yang jauh.
Terbang dalam kelompok besar akan memberi keuntungan bagi punai gading dan jenis merpati hutan lainnya. Karena membuat punai gading lebih mudah untuk menemukan pohon-pohon yang sedang berbuah dan memberikan perlindungan lebih baik dari pemangsanya.
Setiap individu burung punai gading akan dapat saling mengawasi satu sama lain, membuat mereka lebih waspada terhadap predator seperti elang dan alap-alap. Selain itu, berada dalam kelompok besar juga mempermudah punai gading dalam mencari pasangan.
Saat terganggu, punai gading akan terbang berdua atau bertiga dengan kepakan sayap yang keras. Pada pagi dan malam hari burung punai mengeluarkan suara mendengkur lembut yang rendah dari tempat bertengger dengan suara ” Oooo-ooo cheweeeo-chewooo” dan pada saat makan punai akan mengeluarkan suara serak “krrak, krrak”.
Seperti merpati lainnya, ketika mereka lepas landas dari tempat bertengger, kepakan sayap punai gading menghasilkan suara yang keras. Namun, burung ini cenderung jarang bersuara, sehingga sulit untuk memerhatikannya saat bersembunyi di balik daun-daun perdu dan pohon yang lebat.
Baca juga : Mengenal Tentang Puter Lokal Burung Endemik Indonesia
Punai gading memiliki kebiasaan berbiak sepanjang tahun. Umumnya punai gading bersarang pada ranting datar tipis, di semak-semak dekat permukaan tanah. Sarang punai digunakan sebagai tempat untuk mengeramkan telur. Ketika musim berbiak tiba, pejantan dan betina membagi tugas.
Pejantan bertanggung jawab mencari material untuk sarang seperti ranting-ranting kering dan rumput. Setelah itu, betina mengambil alih untuk membangun sarang. Sarang yang dibuat sederhana, terdiri dari tumpukan rumput dan ranting kering yang ditempatkan di cabang atau ranting semak, perdu, atau pohon dengan ketinggian 1 hingga 10 meter di atas tanah.
Biasanya, pasangan punai gading akan mengerami dua butir telur secara bergantian. Pejantan mengambil giliran mengerami telur di siang hari, sementara betina melakukannya pada malam hari. Proses ini berlangsung selama 17 hari sebelum akhirnya telur menetas.
Dalam lingkungan alaminya, punai gading menghadapi ancaman dari burung pemangsa seperti elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster) dan alap-alap sapi (Falco moluccensis). Namun, terkadang punai gading juga menjadi target pemburu liar untuk dijadikan peliharaan atau dikonsumsi dagingnya.
Punai gading memiliki penyebaran yang luas dan populasi yang cukup melimpah, sehingga saat ini tidak termasuk dalam kategori burung yang dilindungi. IUCN, badan konservasi alam internasional, menilai burung ini memiliki risiko rendah terhadap kepunahan dalam waktu dekat dan memberikan status “least concern”. (Ramlee)