Samyong (Pachycephala nudigula), merupakan jenis burung yang mampu berkicau dengan merdu, bervariasi, dan lantang. Berdasarkan literatur, samyong memiliki nama asli burung kancilan flores, atau dalam bahasa Inggris disebut bare-throated whistler.
Spesies ini merupakan burung endemik atau hanya terdapat di Nusa Tenggara. Penduduk di sekitar kawasan Taman Nasional Kelimutu menyebutnya sebagai burung garugiwa (burung arwah). Julukan itu diberikan karena samyong kerap muncul di sekitar Danau Kelimutu.
Danau Kelimutu adalah danau kawah yang berada di puncak gunung berapi yang terletak di Nusa Tenggara Timur (NTT). Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna-warna yang ada di dalam danau, yang oleh warga setempat dianggap sebagai tempat sakral, yaitu danau tempat berkumpul arwah para leluhur.
Baca juga : Cucak Rotan, Burung Unik Endemik Papua
Danau berwarna biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau “Tiwu Ata Polo” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung.
Sedangkan danau berwarna putih atau “Tiwu Ata Mbupu” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Para penduduk di sekitar Danau Kelimutu percaya, bahwa pada saat danau berubah warna, mereka harus memberikan sesajen bagi arwah orang-orang yang telah meninggal.
Keberadaan burung garugiwa di lokasi itu dipercaya untuk menjaga arwah para leluhur. Danau Kelimutu terdiri atas tiga buah danau yang masing-masing berlainan warna. Menurut mitos yang beredar dalam masyarakat setempat, jika air dari danau-danau tersebut bercampur, maka sebuah bencana besar bakal datang menghampiri mereka.
Sejauh ini, populasi burung samyong masih dalam batas aman. Tetapi penangkapan dan perburuan yang dilakukan terus-menerus tentunya bakal mengancam kelestariannya. Karena itu, siapapun yang memiliki burung samyong di rumah, dianjurkan untuk melakukan penangkaran.
Samyong yang kerap dijuluki sebagai burung 1001 suara memiliki keistimewaan dalam mengolah dan membawakan lagu-lagunya. Berbeda dari jenis burung lainnya yang berkicau dengan cara meniru suara burung lain, samyong akan berkicau dengan gaya lagunya sendiri. Karena itu, untuk memperkaya iramanya, pemasteran harus rutin dilakukan.
Burung samyong menyukai kawasan hutan kering di dataran rendah yang rindang. Biasanya, hewan ini akan naik ke ranting-ranting pohon yang tidak terlalu tinggi untuk mencari makanan bahkan kadang ditemukan mengais semut di tanah.
Baca juga : Gelatik Jawa Burung Endemik Pulau Jawa dan Bali Kini Semakin Jarang Terlihat di Alam
Samyong suka berdiam di kawasan yang rimbun. Makanya sulit sekali untuk menemukan burung satu ini. Populasinya di alam bebas juga sangat terbatas. Ironinya, hewan ini hanya ada di tempat tertentu dan tidak menyebar ke lokasi yang lain.
Samyong berukuran sedang, kira-kira 18-19 cm. Perbedaan burung samyong jantan dan betina bisa dilihat dari warna kepala legam pada jantan dan abu-abu pada betina, juga pada tenggorokannya, jantan bulu tidak ada, sedangkan tenggorokan betina agak tertutup bulu.
Burung yang memiliki suara kicauan yang keras dan lantang ini menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan penggemar burung kicauan. Suaranya yang keras dan pintar menirukan suara burung lain dan bahkan hampir mirip seperti kicauan burung sejenis cucak rawa dan murai batu.
Burung garugiwa atau lebih dikenal dengan sebutan samyong menjadi salah satu jenis burung peliharaan favorit yang paling banyak dicari selama tahun 2015. Suara kicauannya yang lantang dan membahana menjadi daya tarik tersendiri bagi para kicaumania.
Burung samyong juga mempunyai keunikan tersendiri, yang membuat burung ini semakin banyak menjadi incaran para kolektor burung berkicau. Meski unggul di bidang suara, saat ini belum banyak orang yang mengenal samyong.
Samyong kalah pamor dengan burung gantangan seperti kacer, lovebird, anis merah, dan cucak ijo. Pamornya kalah jauh lagi jika dibandingkan dengan murai batu. Samyong ibarat musisi indie. Suaranya enak didengar, tapi jelas kalah populer dengan murai yang menyandang status diva burung kicau.
Baca juga : Mandar Gendang, Burung Endemik Maluku Utara itu Kian Terancam Punah
Kurang populernya burung ini tak terlepas dari kesulitan memeliharanya. Samyong yang beredar saat ini merupakan tangkapan liar. Samyong juga tidak masuk daftar peserta gantangan di event burung. Karena burung ini tidak bisa langsung mau berkicau.
Samyong dikenal sebagai salah satu jenis burung yang relatif tidak tahan panas, sebagaimana cililin. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa burung ini mudah mati dalam perawatan manusia. Di alam liar, burung ini selalu menyelinap di balik rerimbunan pepohonan berdaun lebat. Karena itu, ketika terpapar sinar matahari terlalu lama, burung mudah mengalami stres dan dehidrasi. (Ramlee)