Saat ini banyak penggemar burung, baik itu burung berkicau seperti kenari murai batu, love bird, cucak ijo, kacer, atau lainnya maupun burung klangenan seperti perkutut, derkuku, dan puter tertarik untuk menangkarkan burung kesayangannya tersebut. Baik sebagai hobi/hiburan atau untuk dijadikan lahan mendapatkan penghasilan.

Namun tidak sedikit di antara penangkar pemula yang kandas di tengah jalan, karena kerap menjumpai kendala dalam usahanya tersebut. Karena burung yang diharapkan sudah sepasang ternyata betina-betina atau jantan keduanya. Sudah berjodoh, ternyata tidak juga kunjung bertelur.

Pun demikian ketika burung yang dibudidayakan sudah bertelur ternyata tidak menetas, hingga berkali-kali. Banyak lagi hal yang bias mematahkan seorang penangkar untuk meneruskan usahanya. Yang paling sering dijumpai adalah kegagalan telur menetas,meskipun induknya mengerami hingga melebihi waktunya.

Telur burung di dalam sarangnya seringkali gagal menetas

Setiap penangkar burung, pasti menginginkan produktivitas indukan meningkat dari waktu ke waktu hingga tercapai batas optimal. Faktanya, tidak mudah mencapai sasaran tersebut, terutama akibat jumlah telur sedikit, telur infertil, embrio mati sebelum telur menetas, dan piyik mati beberapa jam atau beberapa hari setelah menetas.

Baca juga : Mencegah Kenari Sakit Akibat Perubahan Suhu/Cuaca

Ternyata yang membuat telur burung gagal menetas sangat beraneka ragam. Namun, jika dilihat dari faktor utamanya, sebenarnya penyebabnya hanya dua, yakni telur infertil (gabuk, kosong, tidak subur) dan embrio mati di dalam telur sebelum menetas. Mengapa telur burung bisa infertil? Telur burung bisa infertil dikarenakan faktor indukan yang mengalami berbagai masalah dan faktor genetik dari indukan burung.

Anatomi telur

Telur infertil adalah telur yang sama sekali tidak mengandung sel benih. Dalam bahasa perunggasan, sel benih (discus germinalis), yang menempel di permukaan kulit telur (yolk). Faktor berikutnya adalah embrio mati di dalam telur sebelum menetas. Kasus ini sering disebut death in shell (DIS).

Sel benih inilah yang nantinya, ketika dierami induk atau ditetaskan dalam mesin tetas, berkembang menjadi embrio, dan pada hari terakhir penetasan memiliki wujud seperti piyik. Karena telur infertil tidak mengandung sel benih, maka ketika dierami atau ditetaskan tidak akan pernah menetas.

Apabila dipecah, telur infertil yang sudah dierami ini tidak berbau busuk, karena memang tidak ada embrio piyik di dalamnya. Banyak penangkar burung yang kecewa, karena setelah menunggu induk betina mengerami telur selama berhari-hari, telur tidak juga menetas.

Mereka tidak tahu jika telur yang dierami sebenarnya infertil. Jika sebelumnya sudah tahu, tentu tidak usah repot-repot dierami, agar induk bisa kembali bertelur dan berharap semua telurnya fertil. Karena itu, penting sekali bagi penangkar dan calon penangkar untuk mengetahui mengenai telur infertil.

Beda telur yang isi dan yang tidak

Seorang penangkar semestinya tahu bagaimana melakukan peneropongan (candling) telur sejak dini, bagaimana mencegah agar telur tidak infertil, dan sebagainya. Ada lima faktor penyebab mengapa telur yang dihasilkan induk betina tidak subur atau infertile, yakni induk burung mengalami masalah nutrisi, induk fisik, sosial, lingkungan, dan masalah genetik dari induk burung tersebut.

Baca juga : Egg Binding, Permasalahan Serius Penangkar Burung karena Jadi Penyebab Indukan Betina Tewas

Sementara untuk telur fertil memiliki harapan besar untuk menetas. Begitu dierami induknya, atau ditetaskan melalui mesin tetas, sel benih akan mengalami perkembangan pesat menjadi embrio muda. Jika terus bertahan, embrio ini secara bertahap akan berkembang.

Meneropong telur (candling)

Mulai dari pembentukan pembuluh darah, pembentukan organ dalam seperti jantung, hati, dan ginjal, pembentukan paruh, tungkai sayap, kaki, dan seterusnya. Kalau masih bertahan juga, maka 1-2 hari sebelum menetas, embrio ini sudah memiliki organ tubuh, sistem peredaran darah, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan yang lengkap.

Wujudnya pun hampir mirip dengan piyik ketika menetas. Tetapi, karena berbagai sebab, tidak semua telur fertil menetas. Apabila dipetakan, kegagalan dalam penetasan telur burung bisa disebabkan dua faktor, yaitu telur yang ditetaskan memang infertil, atau telur fertil yang embrionya mati sebelum menetas.

Kematian embrio di dalam telur umumnya terjadi dalam periode awal penetasan dan periode akhir penetasan. Periode awal penetasan, mencakup 3 hari pertama sejak telur dierami atau ditetaskan. Pada periode ini diperlukan konsistensi suhu pengeraman, agar sel benih (discus germinalis) bisa berkembang menjadi embrio. Periode akhir penetasan, mencakup 3 hari terakhir sebelum piyik menetas. Pada periode ini juga membutuhkan kestabilan suhu pengeraman/penetasan.

Di luar kedua periode tersebut, embrio juga bisa mengalami kematian pada separo masa penetasan atau pengeraman. Sebagaimana telur infertil, kondisi embrio di dalam telur pun bisa dilihat melalui peneropongan telur (candling). Lebih penting lagi untuk mengeluarkan telur yang embrionya mati di dalam telur.

Perbedaan telur isi dan tidak isi terlihat jelas melalui peneropongan telur

Sebab cairan di dalam telur ini membusuk, menghasilkan gas ammonia, yang kalau terlalu berlebihan tidak baik untuk perkembangan embrio-embrio lain yang masih hidup. Hal ini juga berlaku untuk penetasan alami maupun menggunakan mesin tetas. Induk burung, terutama burung betina, bisa saja mengalami kekurangan nutrisi pada salah satu atau beberapa jenis nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, vitamin, dan mineral.

Baca juga : Mabung, Proses Alami Pergantian Bulu Pada Burung yang Terjadi Setiap Tahun

Tetapi malnutrisi yang paling berpengaruh terhadap penetasan telur justru vitamin dan mineral. Hampir semua defisiensi vitamin berpotensi menyebabkan kegagalan penetasan. Sedangkan jenis mineral yang cukup berpengaruh terhadap penetasan telur adalah mangaan (Mn), seng (Zn), yodium (I), dan zat besi (Fe).

Embrio yang berhasil menetas

Pengeraman telur membutuhkan konsistensi suhu dan pengeraman. Ada beberapa problem yang kerap terjadi, sehingga telur tidak mendapat suhu yang stabil pada kedua periode kritis tersebut. Problem yang sering muncul adalah induk betina sering meninggalkan telur, sehingga kemungkinan menetas semakin kecil.

Penyebab utama induk betina sering meninggalkan sarang adalah karena banyak kutu/tungau yang menempel pada bahan sarang, bahkan pada bulu-bulu dan permukaan kulit induk betina. Terkadang induk tak sekadar meninggalkan sarang karena banyaknya kutu. Dalam tertentu induk betina akan stres dan merusak sarang serta telur-telur di dalamnya. Tidak mengherankan apabila sejumlah penangkar sering mengeluh mengapa induk betina membuang telurnya, atau bahkan mematuki telurnya sendiri hingga pecah.

Anakan burung yang tumbuh sehat

Meski frekuensinya tidak terlalu sering, beberapa penangkar terutama penangkar kacer, murai batu, trucukan, dan beberapa jenis burung lainnya mengalami jika induk betina yang sedang mengerami telurny terganggu oleh pejantannya. Kasus ini biasanya disebabkan induk jantan mengalami over birahi (OB). Bisa juga telur gagal menetas disebabkan, telur terinfeksi bakteri atau virus, banyaknya getaran di lokasi sarang, serta embrio mengalami kesulitan di saat terakhir,

Atu karena induk betina mengalami hypercalcaemia. Hypercalacemia adalah kondisi di mana kadar kalsium dalam tubuh sangat tinggi. Sehingga telur-telur yang dihasilkan memiliki kerabang yang sangat keras yang membuat embrio tidak mampu memecah kerabang telur yang terlalu keras tersebut. Jika tidak dibantu dengan tangan manusia, embrio pasti akan mati sebelum menetas. (Ramlee)

By Ramlee

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *