Walabi (Macropus agilis) merupakan kanguru khas Papua. Walabi sangat mirip dengan kangguru bahkan banyak yang mengira kalau Walabi dan Kangguru itu adalah hewan yang sama. Masyarakat Merauke kerap mengenalnya dengan sebutan “Toraj.” Walabi termasuk spesies mamalia berkantung atau disebut juga mamalia marsupialia.
Masyarakat Internaional biasa menyebut satwa ini dengan nama wallaby. Nama wallaby berasal dari suku aborigin Eora yang menetap di pesisir New South Wales, Australia. Nama ini mengacu pada tiga puluh spesies macropus yang tersebar baik di Australia, Papua (Indonesia), maupun Papua New Guinea.
Banyak dari spesies satwa ini yang beri nama warga setempat berdasarkan habitat alami walabi yang ada di daerahnya tersebut. Misalnya rock wallabies untuk yang tinggal di daerah berbatu, dan swamp wallabies bagi yang menetap di daerah rawa.
Menurut para ahli, walabi merupakan hewan Australia, penyebarannya bermula pada 14.000 – 17.000 tahun yang lalu pada zaman es disaat permukaan air laut surut. Ketika daratan Papua dan Australia menyatu, terjadi padang rumput yang menjalar dari utara Australia sampai bagian selatan Papua.
Baca juga : Kuskus, Mamalia Berkantung Dilindungi Khas Indonesia Timur
Padang rumput ini yang dimungkinkan terjadinya persebaran walabi dari Australia ke Papua. Faktor lain yang dimungkinkan ialah kesengajaan oleh seseorang yang melepas walabi yang dibawa dari Australia ke Papua hingga satwa ini berkembang biak dengan baik di alam bebas.
Walabi dan kanguru jenis satwa yang berbeda meskipun mempunyai kekerabatan yang dekat. Bedanya, walabi memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil. Selain itu, bentuk fisik walabi juga lebih gendut dan agak membungkuk, sedangkan kanguru memiliki ciri fisik yang lebih tinggi, ramping, dan lebih tegak.
Walabi mempunyai ukuran tubuh yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kangguru. Ukuran tubuh walabi jantan lebih besar dari walabi betina. Walabi saat dewasa memiliki panjang tubuh sekitar 60-70 cm dengan berat tubuh kurang lebih 3-25 kg.
Walabi memiliki ekor yang besar dan kuat. Walabi menggunakan ekornya sebagai keseimbangan tubuh saat bergerak. Panjang ekornya 55 cm. Walabi juga memiliki dua pasang kaki yang besarnya tidak sama, yakni sepasang kaki belakang yang ukurannya lebih besar dibanding dengan kaki depannya.
Walabi memiliki sepasang kaki belakang yang besar dan kuat. Kedua kaki belakang ini memungkinkan walabi untuk dapat menendang musuh dengan keras dan juga berjalan. Meskipun terbilang kecil, walabi dapat melompak setinggi 1,8 meter serta 6 meter jauhnya dengan kaki belakangnya yang kuat tersebut.
Sedangkan kaki depan walabi berukuran lebih kecil dan pendek. Kaki depan ini berfungsi untuk mengambil makanan, membersihkan wajah, menggaruk, hingga berkelahi. Sementara ekor walabi yang besar dan panjang berfungsi untuk mengatur keseimbangan saat walabi sedang berdiri dan berjalan.
Baca juga : Sugar Glider, Mamalia Nokturnal Lucu yang Mampu Meluncur di Udara
Satwa walabi memiliki masa kehamilan yang cukup singkat yaitu sekitar 29 hingga 38 hari dan walabi selalu melahirkan satu ekor anak saja. Walabi termasuk hewan yang memiliki kantung atau marsupial. Sewaktu dilahirkan, bayi walabi memiliki ukuran yang sangat kecil dan lemah.
Ukurannya sangat kecil, hanya sebesar jeli, yakni sekitar 2 cm dengan berat 1 gr. Karena itu, sesaat setelah dilahirkan bayi walabi akan langsung masuk ke dalam kantung sang induk. Di dalam kantung ini bayi walabi akan menyusu dan tidur.
Setelah cukup besar, anak walabi akan keluar dan bermain di dekat induknya, sesekali mereka kembali masuk ke dalam kantung ketika merasa takut atau berada dalam bahaya. Juga akan segera masuk ke kantung induknya ketika hendak menyusui.
Walabi merupakan hewan herbivora yang biasa ditemukan di daerah semak-semak dan padang. Satwa ini bisa ditemukan di beberapa hutan konservasi seperti Cagar Alam Bupul, Suaka Marga Satwa Mbian dan Taman Nasional Wasur. Walabi biasanya mencari makan pada siang hari.
Satwa ini mengonsumsi rumput dan pucuk daun muda untuk bertahan hidup. Walabi juga dapat memakan buah, serta tanaman lain seperti pakis dan herba, bahkan ubi. Ketika mencari makan biasanya walabi terlihat berkelompok. Sebab walabi termasuk hewan yang suka hidup secara berkelompok. Setiap kelompok terdapat biasanya sekitar 10 ekor walabi.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika individu atau kelompok walabi yang ada bergabung dengan kelompok lain, baik yang lebih besar maupun yang lebih kecil. Walabi tidak suka kebisingan alias sangat terganggu dengan bunyi. Saat savanna habis, dan tumbuh rumput baru, kala itulah pakan walabi tersedia lagi. Satwa ini sangat takut rumput terbakar, bila teganggu pasti akan pindah.
Baca juga : Tapir, Mamalia Unik Mirip Babi Badak dan Trenggiling yang Terancam Punah
Sudah sejak bertahun-tahun suku Marind menjadikan walabi sebagai santapan sehari-hari. Hingga saat ini, walabi juga masih terus diburu lantaran banyaknya permintaan dari luar. Kalau perburuan ini terus dilakukan, maka bukan tidak mungkin jika suatu saat hewan lucu asal Papua ini akan punah.
Salah satu penyebabnya kian langkanya walabi selain perburuan adalah walabi tergolong satwa yang sulit perkembangan biak. Walabi punya anak hanya satu, dan bagi walabi betina yang sudah beranak satu misalnya, belum tentu semasa hidupnya bisa punya anak lagi.
Dalam daftar merah IUCN (sebuah lembaga konservasi internasional), status Walabi adalah mengkhawatirkan (Least Concern/LC), dan jadi semakin mengkhawatirkan karena populasinya terus menurun. Hal ini terjadi karena perburuan dan perdagangan spesies ini yang masih kerap ditemukan untuk dijadikan satwa peliharaan. Jika perburuan dan perdagangannya tidak dihentikan, maka bukan tidak mungkin satwa ini akan punah. (Ramlee)