Katak Kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis) adalah sejenis kodok dari suku Bombinatoridae. Katak memiliki nilai penting bagi ekosistem karena habitatnya yang spesifik. Namun, populasi katak memiliki ancaman yang lebih besar dibandingkan jenis satwa lain.
Keberadaan katak di alam menjadi indikator alami lokasi habitatnya atau barometer kesehatan lingkungan. Katak termasuk fauna yang sensitif terhadap perubahan lingkungan. Di alam liar, kerusakan hutan, pencemaran lingkungan, dan predator menjadi ancaman utama kelangsungan hidupnya.
Untuk bertahan dari ancaman predator, beberapa katak memiliki pertahanan diri berupa kelenjar paratoid yang dapat mengeluarkan racun. Jenis lain yang tidak memiliki kelenjar paratoid lebih mengandalkan kekuatan kaki belakang untuk melompat ketika mendapat ancaman.
Sementara Katak Kepala-pipih Kalimantan (Bornean Flat-headed Frog) sangat unik karena tidak mempunyai paru-paru. Katak Kepala-pipih Kalimantan menjadi satu-satunya katak di dunia yang tidak mempunyai paru-paru. Untuk bernafas, amfibi langka dan unik ini sepenuhnya bernafas melalui kulitnya.
Baca juga : Binturong, Spesies Musang Terbesar Di Dunia dengan Aroma Tubuh Mirip Popcorn
Penemuan katak jenis ini tercatat hanya ada di tiga lokasi di Kalimantan, yaitu di Pinoh, Sungai Kelawit di Daerah Aliran Sungai Melawi, dan Sungai Tengkalap di DAS Belantikan. Saat ini keberadaan Barbourula kalimantanensis sulit ditemukan karena banyak terjadi perubahan alam yang mengganggu habitat katak tersebut.
Habitat Katak Kepala-pipih Kalimantan berada pada kisaran suhu dingin, yaitu 14-17 derajat celcius di sungai beraliran deras. Lebih khususnya, Katak Kepala-pipih Kalimantan dapat ditemukan pada hutan hujan primer.
Katak ini diduga tidak memerlukan paru-paru karena beradaptasi terhadap lingkungan dengan kandungan oksigen yang tinggi pada aliran sungai deras. Sebagai spesies tanpa paru-paru, katak ini membutuhkan tingkat oksigen bebas yang lebih tinggi dan hanya tersedia di aliran yang dangkal, jernih, dingin, dan mengalir cepat.
Katak Kepala-pipih Kalimantan tidak ditemukan di antara batu-batu dengan sampah dedaunan dan kayu mati. Sebab untuk menghindari kandungan oksigen yang lebih sedikit akibat bahan-bahan organik yang membusuk.
Umumnya, katak ini memiliki panjang 66 mm untuk jantan dan 77,7 mm untuk betina. Bagian tubuhnya terdiri dari kepala yang lebar, sangat rata, moncong bundar, dan kekar. Pada lengan dan kaki diselimuti selaput pada bagian telapak yang berfungsi untuk mendayung saat berada di perairan.
Katak Kepala-pipih Kalimantan memiliki lubang hidung yang terletak di ujung moncong dan rata dengan kulit. Namun tidak memiliki celah tekak (glottis) sebagai muara saluran udara. Pun tidak memiliki paru-paru sebagai organ pernafasannya. Merupakan hewan terrestrial yang sepenuhnya akuatik.
Baca juga : Kucing Batu, Penghuni Pedalaman Hutan Kalimantan yang Kian Langka
Katak Kepala-pipih Kalimantan menjadi hewan endemik dengan daerah sebaran yang hanya terbatas di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Spesies ini hanya dikenal dari menempati dua daerah yaitu Anak Sungai Kapuas di Nanga Sayan dan Sungai Kelawit, Nanga Pinoh yang terletak di tengah-tengah hutan hujan tropis.
Katak langka ini menyukai wilayah sungai yang berair dangkal namun jernih, dingin, berarus deras, dan berbatu-batu. Katak ini pertama kali ditemukan pada tahun 1978 di perairan sungai Kapuas, Kalimantan Barat oleh Prof. DR. Djoko Tjahjono Iskandar seorang pakar herpetofauna dari ITB.
Sebagai penemu, Djoko berhak untuk memuat nama dirinya pada spesies temuannya. Pada kesempatan tersebut, Djoko memberi nama ‘Iskandar’ pada jenis katak yang berhasil ia temukan. Saat pertama kali berhasil dideskripsikan oleh Djoko T. Iskandar pun saat spesimen kedua ditemukan pada tahun 1995, belum diketahui jika Katak Kepala-pipih Kalimantan ini tidak memiliki paru-paru.
Keunikan Katak Kepala-pipih Kalimantan yang tidak mempunyai paru-paru baru diketahui dari hasil pembedahan yang dilakukan pada tahun 2007. Sontak hal ini sempat menggegerkan dunia. Berbagai jenis katak lainnya bernafas menggunakan paru-paru dan permukaan kulit, tidak ada satupun yang bernafas hanya melalui permukaan kulitnya.
Kecuali pada berbagai jenis amfibi dari ordo caudata (salamander) dan gymnophiona (sesilia). Sehingga akhirnya Katak Kepala-pipih Kalimantan menjadi jenis amfibi dari ordo Anura yang tidak memiliki paru-paru dan bernafas hanya dengan permukaan kulit.
Para ahli memperkirakan, ketiadaan paru-paru ini sebagai bentuk adaptasi Katak Kepala-pipih Kalimantan terhadap lingkungannya yang berair deras dan kaya oksigen. Dengan kondisi tersebut, Kepala-pipih Kalimantan memanfaatkan permukaan kulitnya untuk menyerap oksigen, dan menghilangkan paru-paru yang menjadikan tubuh katak sukar menyelam dan mudah dihanyutkan arus.
Baca juga : Burung Kuau Raja, si Raksasa Bermata Seratus yang Terancam Punah
Sayangnya populasi katak ini tidak dapat diketahui. Diyakini memiliki distribusi yang sangat terbatas (kurang dari 500 km persegi) serta populasi yang sangat kecil dan memiliki tren penurunan. Sayangnya, pada tahun 2017 lalu, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan bahwa Katak Kepala-pipih Kalimantan berada pada status terancam punah.
Ancaman terhadap spesies ini sangat tinggi karena adanya aktivitas penambangan emas ilegal dan rusaknya sungai-sungai akibat endapan dan pencemaran limbah merkuri. Dipengaruhi juga akibat deforestasi yang terus terjadi di Kalimantan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, Katak Kepala-pipih Kalimantan diklasifikaskan sebagai spesies Endangered (Kritis) oleh IUCN Redlist. Namun anehnya, Si Hewan Langka Barbourula kalimantanensis ini malah luput dan tidak terdaftar sebagai hewan yang dilindungi di Indonesia. (Ramlee)