Gelaran Latber Seni Suara Alam Burung Perkutut Lokal Asli di penghujung tahun 2023, ramai dihadiri para penggemar perkutut lokal dari berbagai daerah di sekitaran Nganjuk. Pada Minggu, 31 Desember 2023, berlokasi di Lapangan P3SI Pengda Nganjuk, Sombron Kec. Loceret-Nganjuk, acara pun berjalan gayeng.

Hanya saja gelaran bertajuk Nganjuk Nyawiji 2 ini sedikit berbeda dari gelaran lomba perkutut lokal yang mengutamakan gacornya burung yang tampil selama ini. Burung-burung ini dinilai dari banyaknya burung itu manggung selama waktu yang sudah ditentukan.

Sedangkan di Nganjuk Nyawiji 2 lebih mengutamakan kualitas anggung burung perkutut lokal yang diikutkan berkompetisi. Ini seperti halnya lomba-lomba burung perkutut puluhan tahun yang lalu. Tidak banyak yang paham akan pakem lomba perkutut lokal asli berirama ini.

Trophy Nganjuk Nyawiji 2 berjejer rapi di meja panitia

Menurut Didik, penggagas acara ini sekaligus ketua panitia pelaksana, gelaran kali ini agaknya semakin diminati oleh pemerhati burung perkutut lokal. “Gelaran lomba burung perkutut lokal asli berirama ini ternyata semakin diminati oleh sebagian masyarakat umum,” ujar Didik.

Gelaran Nganjuk Nyawiji 2 berjalan semarak. Memang belum seramai lomba perkutut lokal gacoran yang pesertanya bisa mencapai ratusan burung itu. Tetapi tiang kerekan yang disediakan oleh panitia sebanyak 49 tiang itu terisi penuh.

Suasana penjurian latber perkutut lokal berirama

“Alhamdulillah dukungan dari rekan-rekan begitu tinggi. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas apa yang sudah diberikan,” sambung Didik. “Dengan persiapan gantangan 49 kerekan yang kami sediakan terisi penuh. Itu yang kemarin tidak kitra duga.”

“Syukurlah semua berjalan dengan baik. Perasaan terharu dan bangga kita rasakan. Dengan itu kami berterima kasih sekali kepada semua kalangan khususnya pelomba perkutut lokal asli berirama yang begitu perduli dengan gelaran lomba tersebut.”

Lebih lanjut Didik mengatakan bahwa kegiatan ini akan terus diupayakan dilaksanakan. “Kami upayakan nantinya akan ada lagi gelaran perkutut lokal asli berirama seperti kemarin. Agar penggemar perkutut lokal asli terutama yang ada di Nganjuk bisa menyalurkan hobinya dan hobi perkutut lokal akan tetap eksis,” jelas Didik.

Disampaikan pula oleh Didik bahwa dengan rutinnya kegiatan ini diharapkan semarak hobi perkutut lokal berirama akan tetap terjadi. Sekaligus bisa menjadi pilihan yang bagus buat para penggemar perkutut lokal, karena ada lomba perkutut lokal selain yang gacoran.

Didik memberikan bendera koncer buat Mbah No dari Kediri

Gelaran Nganjuk Nyawiji 2 itu dihadiri puluhan penggemar perkutut lokal asli yang datang dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Magetan, Ponorogo, Kediri, dan dari Nganjuk sendiri. Seperti halnya lomba-lomba perkutut lokal sebelumnya, gelaran ini pun juga menarik minat dari penggemar perkutut lokal.

Didik mengatakan bahwa kegiatan kali ini mendapatkan dukugan yang luar biasa dari komunitas perkutut lokal yang ada di sekitaran Nganjuk. “Hari ini banyak komunitas lokal yang bergabung untuk ikut meramaikan acara yang kita agendakan,” ungkap Didik.

Abah Malik juara 1 perkutut warna dengan jenis warna silver

Kenyataan inilah yang menyebabkan adanya peningkatan jumlah peserta lomba perkutut lokal berirama pada Nganjuk Nyawiji 1 sebelumnya. Setidaknya kehadiran komunitas lokal dari berbagai daerah tersebut menambah semaraknya acara. “Keberadaan para penggemar perkutut lokal asli ini sangat membantu kami dalam menyemarakkan hobi perkutut lokal,” sambung Didik lagi.

Seperti gelaran sebelumnya, panitia juga menggunakan tiang kerekan. Karena untuk memberikan nilai, juri sering kali harus mendekat di bawah burung atau tiang kerekan. Agar bisa memantau materi lagu/nada burung dengan lebih seksama. Berbeda dengan gacoran yang menggunakan gantangan jenis hanging.

Karena lomba gacoran itu tidak perlu didekati. Bila juri mendekati untuk mengamati lagu, burung akan takut, ngelabak, atau setidaknya berhenti bunyi. Ketinggian sangkar yang digantung pada hanging itu hanya sekitar 2 sampai 2,5 meter, lalu lalang juri dibawahnya akan membuat burung takut.

Didiksendiri memang getol menyelenggarakan lomba perkutut lokal yang berdasarkan kualitas anggungnya, seperti yang pernah berlaku di zaman awal-awal lomba perkutut. Penilaian anggung perkutut lokal itu bertumpu pada irama “ngepat”, dari kata papat yang berarti empat. Untuk bisa mendapatkan nilai layak, burung harus bunyi dengan 4 nada/irama dasar.

Yang beruntung mendapatkan doorprize sangkar

Ke-4 nada yang dimaksud, secara sederhana, bisa didengar dari suara (1) hur, (2) ke, (3) tek, (4) kuk. Bila di belakang nada ke-4 masih keluar suara ekor/tambahan lagi, itu berarti glender, sudah keluar dari pakem. Demikian pula bila hanya keluar 3 nada, juga belum memenuhi syarat pakem.

Pengembangan dari tata nilai dasar ngepat itu adalah pembagian suara depan, suara tengah, dan suara ujung. Kemudian dipilah pula bagaimana irama lagu, serta dasar suaranya. Ketika awal-awal perkutut Bangkok masuk ke Indonesia dasar penilaiannya juga masih sama.

Para juara lomba perkutut lokal berirama Nganjuk Nyawiji 2

Empat babak penjurian berlangsung tanpa hambatan. Sampai akhirnya ditentukan posisi kejuaraan. Juara 1 jadi milik Lembu Peteng andalan Mbah No dari Kediri. Tempat kedua direbut Dimas Senopati gaco Feri Mojokerto. Posisi ketiga dihuni Seneng Dewe milik Bowo dari Ponorogo.

“Kami atas nama panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pelomba burung perkutut lokal asli berirama. Dan mohon maaf apabila ada kekurangan dalam gelaran lomba.” tutur Didik di akhir acara. “Mudah-mudahan gelaran lomba burung perkutut lokal asli berirama yang akan datang lebih meriah lagi.” (Ramlee)

By Ramlee

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *