Burung puter pelung begitu diminati oleh para penghobi akhir – akhir ini. Lombanya pun begitu marak dimana-mana, utamanya di pulau Jawa. Untuk luar Jawa sebenarnya sudah banyak pula yang menjadikannya klangenan baru. Di pulau Bali dan Lombok, sudah banyak yang memelihara. Lombanya juga kerap diadakan, hanya karena adanya pandemi sehingga gaungnya agak kurang terdengar.

Banyak yang mengira burung ini adalah satwa endemik Indonesia. Sejatinya burung puter ini merupakan jenis burung tersendiri, meskipun bentuk fisiknya mirip dengan burung–burung puter yang selama ini banyak dikenal masyarakat. Padahal semua anggapan itu tidak benar.

Satwa endemik adalah spesies hewan alami yang mendiami suatu wilayah atau daerah tertentu yang menjadikan wilayah tersebut mempunyai ciri khas karena tidak ditemukan di daerah lain. Suatu hewan dikatakan sebagai hewan endemik jika spesies tersebut merupakan spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah di sebuah tempat tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain.

Burung puter pelung yang selama ini kita kenal dan yakini sebagai satwa endemik Indonesia, nyatanya tidak demikian. Burung puter yang kadang disebut dengan puter lokal karena bersuara pendek-pendek dan burung puter pelung yang bersuara panjang sejatinya bukanlah satwa asli Nusantara. Banyak kerancuan terjadi berkaitan dengan penyebutan burung puter.

Eurasia Collared Dove

Penyebutan burung puter lokal untuk burung puter yang bersuara pendek-pendek juga tidak tepat. Yang berhak menyandang sebagai burung puter lokal itu adalah Dederuk Jawa (nama komersialnya puter geni) dengan nama ilmiahnya Streptopelia bitorquata. Sedang burung puter yang biasa kita pelihara bahkan sejak kakek nenek kita dahulu itu dari jenis yang berbeda. Nama ilmiahnya Streptopelia risoria.

Entah sejak kapan burung puter ini hadir di Indonesia, sehinga kita mengira bahkan bersikeras mengakui bahwa burung ini adalah burung asli Indonesia. Kita sangat familiar dengan penyebutan Puter Irak, Puter Bangkok, Puter Brenggolo, dan entah apalagi. Kemungkinan besar burung puter ini sudah masuk Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda atau setelahnya. Karena sejak abad ke-16 burung ini banyak ditemui di Eropa.

Menurut beberapa pakar serta pemerhati burung anggungan dan salah satunya Hendrik Tanoto dari Bandung, bahwa burung puter yang selama ini menjadi klangenan sejak dahulu itu adalah burung hasil domestikasi dari African Collared Dove.

Sepasang puter geni

Ini sama halnya istilah di ayam. Selama ini dikenal adanya ayam kampung, ayam negeri, ayam cemani, ayam pelung, dll, nyatanya semua itu hasil dari domestikasi dari ayam hutam merah. Sama halnya juga dengan merpati yang juga hasil domestikasi dari Rock Pigeon.

Burung puter yang dikenal sebagai Streptopelia risoria (Linnaeus, 1758) telah lama membingungkan para ahli burung. Linnaeus (Carolus Linnaeus atau Carl von Linne disebut sebagai “Bapak Taksonomi” dalam buku yang ditulisnya, Systema Nature/Sistematika Alamiah) menggambarkan jenis burung puter domestik tetapi hidup liar dan saat itu belum diketahui namanya. Burung yang dimaksud itu adalah African Collared Dove yang masih hidup liar dan bukan yang selama ini ditemui. Pada akhirnya burung itu dinamai dengan Streptopelia roseogrisea (Sundeval, 1857).

Pada tahun 2008, ICZN (International Commission on Zooligal Nomenclature) sebuah komisi internasional yang mengatur penamaan organisme, memutuskan bahwa African Collared Dove yang masih hidup liar itu dengan nama ilmiah Streptopelia roseogrisea dan yang telah mengalami domestikasi dengan nama Barbary Dove bernama ilmiah Streptopelia risoria.

Barbary Dove sudah dikenal di abad ke-16 tetapi rincian tentang domestikasinya tidak lengkap. Pada saat itu Barbary Dove terdapat dua varian warna bulu yakni yang satu mempunyai bulu berwarna coklat kekuningan agak pucat dan satunya lagi berwarna agak putih. Warna gelap asli dari spesies leluhurnya tidak diketahui keberadaannya di penangkaran. Mungkin hal ini yang bisa menjawab terjadinya mutasi warna di burung puter.

Barbary Dove juga dikenal sebagai Ringed Dove atau Ringnek Dove. Di beberapa negara Eropa terkadang disebut juga dengan “Laughing Dove” karena suara yang terdengar saat akan mbekur (bersuara untuk menarik perhatian si betina). Sebaliknya untuk Laughing Dove nama ilmiahnya Streptopelia senegalensis sendiri saat berbunyi malah tidak seperti orang yang sedang tertawa sama sekali.

Jauh sebelum nenek moyang burung puter diketahui oleh para ahli, Barbary Dove telah dideskripsikan oleh Linnaeus sebagai Columba risoria (risoris dalam bahasa Latin mempunyai arti tertawa). Itu didasari dari suara yang dikeluarkan saat akan mbekur yang seperti orang cekikikan.

Puter pelung

Memang banyak spesies Streptopelia yang sangat mirip dan nama risoria sering digunakan untuk spesies lain yang lebih mirip yakni Eurasia Collared Dove atau Streptopelia decaocto. Tetapi Eurasia Collared Dove diketahui belum masuk benua Eropa di abad ke-16.

Agar tidak membuat bingung jadi istilah Domestikasi adalah proses perubahaan dari hewan liar menjadi hewan peliharaan. Hewan yang mengalami domestikasi hidupnya bergantung penuh kepada manusia dan digunakan untuk kepentingan manusia yang memeliharanya.

Hewan yang sudah mengalami domestikasi mempunyai sifat/karakter yang jinak dan sangat sulit untuk kembali berubah menjadi liar. Domestikasi bukanlah penjinakkan. Karena kalau sekedar penjinakkan sifat liarnya masih bisa kembali saat dia lepas dari tangan manusia.

Puter pelung diternakan

Menurut ahli biologi Jared Mason Diamond, hewan yang bisa mengalami domestikasi harus memenuhi paling tidak 6 kriteria.

Berikut kriteria hewan agar dapat didomestikasi :

  1. Pakannya mudah didapatkan, hewan tersebut harus mau memakan makanan yang mudah didapatkan di sekitar lingkungan manusia.
  2. Pertumbuhannya cepat sehingga dapat mempercepat proses perkembangbiakkan dan pemanfaatannya.
  3. Memungkinkan untuk dikembangbiakkan di penangkaran.
  4. Tidak agresif.
  5. Tidak mudah stres.
  6. Memiliki hirarki sosial yang dapat dimodifikasi.

Karena syarat-syarat itulah, kebanyakan domestikasi dilakukan pertama-pertama untuk keperluan kesenangan semata sebagai hewan peliharaan. Domestikasi memerlukan waktu puluhan generasi untuk mendapatkan individu baru yang benar-benar adaptif dengan lingkungan buatan manusia.

Proses domestikasi burung puter ini diyakini telah berlangsung sekitar 2000 – 3000 tahun lamanya. dan sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia. Kemudian juga terjadi mutasi warna bulu. Yang awalnya muncul adalah warna blond dan white (warna putih ini bukan albino).

Lalu tidak muncul mutasi warna lain sampai beratus-ratus tahun kemudian. Sampai orang awam tidak tahu lagi mengenai asal-usul burung puter ini. Bahkan sampai muncul anggapan bahwa burung puter berwarna blond dan yang berwarna white adalah jenis berbeda.

Berikut klasifikasi dari burung puter yang Kita pelihara saat ini :
• Staus konservasi : domestikasi
• Kingdom : Animalia
• Phylum : Chordata
• Class : Aves
• Family : Columbidae
• Genus : Streptopelia
• Spesies : Streptopelia risoria

Kita musti bangga karena burung puter pelung ini hanya ada di Indonesia. Meskipun dari jenis yang sama dengan Ringed Dove di dunia, tetapi yang bersuara panjang hanya ditemui di Indonesia. Diyakini bahwa telah terjadi pembiakan selektif terhadap burung puter yang ada di Indonesia. Utamanya di Kotagede – Yogyakarta.

Walaupun kebenarannya masih perlu dibuktikan lebih lanjut. Tetapi dahulu di tahun 1980an, orang sering menyebut burung puter yang bersuara panjang ini dengan puter Yogya. Bisa jadi itu adalah indikasi bahwa burung puter pelung ini memang muncul dari sana.

Burung puter di teras rumah

Apa itu pembiakan selektif? Pembiakan selektif adalah pembiakan yang melibatkan indukan pilihan dengan karekteristik khusus untuk dikembangbiakkan agar menghasilkan keturunan sesuai dengan karakteristik yang diinginkan oleh manusia yang mengembangbiakkannya.

Kesimpulan yang didapat :

  1. Burung Puter Lokal adalah Dederuk Jawa dengan nama ilmiahnya Streptopelia bitorquata.
  2. Burung Puter Pelung adalah burung puter trah Indonesia, bersuara panjang dengan nama ilmiahnya Streptopelia risoria.
  3. Burung Puter (biasa) adalah burung puter sejenis dengan burung puter pelung (Streptopelia risoria) namun bersuara pendek-pendek.
  4. Burung Puter Irak adalah burung puter masih dari jenis yang sama (Streptopleia risoria) hanya berwarna tangerine.
Sebuah lomba seni suara alam burung puter pelung

Jadi sekali lagi Kita musti bangga karena burung puter pelung ini ternyata hanya ada di Indonesia. Tugas kita untuk menjaga, merawat, dan melestarikannya. Kalau bukan kita yang melestarikannya, terus sapa lagi?

Jangan menunggu burung puter pelung ini juga diklaim oleh negara tetangga, lalu kita marah-marah lagi. Semoga dapat menambah wawasan kita tentang burung puter dan meluruskan penggunaan istilah yang tidak tepat. Semoga bermanfaat. (Ramlee)

By Ramlee

3 thoughts on “Menelisik Keberadaan Burung Puter Pelung di Indonesia”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *