Lada (Piper nigrum) merupakan salah satu tanaman rempah-rempah yang memiliki peran penting dalam dunia kuliner dan perdagangan global. Lada, disebut juga merica atau sahang mempunyai cita rasa pedas yang khas. Tanaman lada merupakan sumber dari rempah lada hitam dan lada putih, yang memiliki sejarah panjang sebagai bahan makanan dan obat-obatan tradisional.



Tidak diketahui pasti kapan dan siapa penemu lada pertama kali. Namun demikian, tanaman lada telah dibudidayakan sejak lama. Bahkan masyarakat Yunani Kuno telah mengenal lada sejak tahun 372 SM. Lalu, pada tahun 1492 Columbus menemukan adanya tanaman lada di India Barat. Sejak saat itu, lada mulai dikenal oleh masyarakat. Pada abad pertengahan, lada menjadi komuditas penting dalam dunia perdagangan. Di wilayah Genua dan Venesia, lada menjadi sumber kekayaan, layaknya emas dan permata.
Lada di Indonesia mulai berkembang sejak abad ke-16. Tanaman ini dibawa oleh bangsa Portugis yang saat itu menjajah Indonesia. Ada yang menyebut bahwa lada nusantara mulai diberitakan pada abad ke-15 oleh penulis Tionghoa. Meski begitu, keramaian perdagangan lada di nusantara meningkat pada abad ke-16.

Sejak saat itu, lada menjadi rempah-rempah yang banyak dicari. Bahkan pada abad ke-17, banyak negara yang menginginkan lada Indonesia. Hal tersebut lantas menimbulkan pertentangan dan konflik antara pedagang Barat dan penguasa setempat. Begitu pula dengan badan-badan pedagang Barat seperti VOC dan EIC.
Baca juga : Pala, Tanaman Rempah Asli Indonesia yang Penuh Manfaat
Lada juga dikenal sebagai “King of Spices” atau rajanya rempah-rempah, lada merupakan rempah terpenting yang diperdagangkan secara internasional. Lada menjadi salah satu komuditas paling awal yang diperdagangkan antara Timur dan Eropa.

Lada umum digunakan pada masakan Indonesia. Khususnya hidangan bercita rasa pedas seperti gulai dan tongseng. Penambahan lada dalam hidangan dalam membuat rasa dan aroma lebih pedas. Tidak hanya itu, pada hidangan seperti sup, lada pun bisa membuat kuahnya terasa hangat.
Lada dapat tumbuh dengan baik dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 200 mdpl. Lada di dataran rendah akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang terbaik dan berbuah sangat lebat. Untuk mencapai pertumbuhan yang baik dan hasil produksi yang memuaskan, sebaiknya lokasi tanam lada di daerah beriklim tropis.

Dengan curah hujan dari 1.000–3.000 mm per tahun, merata sepanjang tahun. Dan mempunyai hari hujan 110–170 hari per tahun, musim kemarau hanya 2–3 bulan per tahun. Kelembapan udara 63–98 % selama musim hujan, dengan suhu maksimum 35 ℃ dan suhu minimum 20 ℃. Sinar matahari 10 jam/hr.
Lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur dengan unsur hara cukup, drainase (air tanah) baik. Tanah yang cocok bagi pertumbuhan lada yaitu tanah yang netral dengan pH 6,0 -7,0, suhu tanah berkisar antara 14 – 29 °C. Kemampuan tanah menjaga kelembapan, jika penyerapan airnya antara 0,2 – 20 cm selama maksimal 1 jam.

Tanaman lada sebernarnya memiliki akar tunggang, akan tetapi akar jenis ini tidak di temukan pada tanaman lada saat ini. Hal ini terjadi karena perbanyakan lada dengan stek sehingga yang ada hanya akar lateral. Akar terbentuk pada buku-buku setiap ruas batang pokok dan cabang.
Baca juga : Kapulaga, Rempah Aromatik Kaya Manfaat dan Khasiat
Berdasarkan fungsinya, tanaman lada mempunyai dua macam akar. Pertama, akar lateral yang berada di bawah permukaan dan berfungsi untuk menyerap unsur hara. Kedua, akar lekat yang terdapat pada buku-buku sulur panjat dan berfungsi untuk melekatkan tanaman pada penegak.

Lada merupakan tanaman tahunan yang memanjat (scandens)dan berbuku-buku , termasuk tumbuhan biji belah (dicotyledonae). Berdasarkan letak jaringan pembuluh, batang memiliki karakter antara tanaman biji belah dan tanaman biji tunggal (monocotyledonae) jaringan pembuluh terdiri atas pembuluh kayu (xilem) dan pembuluh tapis (floem).
Batang tanaman lada sebutannya sulur dan pada lada panjat ada pembedaan menjadi tiga bagian. Yaitu sulur panjat yang merupakan batang utama atau cabang primer yang tumbuh ke atas dan menempel pada tiang atau pohon penegak atau tajar. Kemudian ada Sulur panjang atau sulur cabang sekunder.

Kemudian ada sulur pendek yang merupakan cabang buah adalah sulur atau cabang yang keluar dari sulur panjang. Sifat cabang ini adalah berukuran sedang, ruas-ruasnya pendek dan pada bubu-bukunya tidak ada akar. Dari cabang ini akan keluar rangkaian bunga yang kemudian menjadi buah. Bibit yang berasal dari cabang buah ini akan menghasilkan lada dalam bentuk perdu atau di kenal dengan istilah lada perdu.
Daun lada pada dasarnya berbentuk sederhana, tunggal, bulat telur yang meruncing pada pucuknya, bertangkai panjang antara 2-5 cm dan membentuk aluran di atasnya. Ukuran daun dengan panjang 8-20 cm dan lebar 4-12 cm, Berurat 5-7 helai, berwarna hijau tua dan mengerucut di bagian bawahnya. Pada bagian daun tampak ada titik-titik kelenjar.

Bunga lada merupakan bunga majemuk berbentuk malai/untai (amentum). Malai menggelantung ke bawah dengan panjang yang bervariasi (3-25 cm), tidak bercabang, berporos tunggal, dan ditumbuhi bunga-bunga kecil yang berjumlah lebih dari 150 kuntum. Bunga duduk pada ibu tangkai tanpa tangkai bunga yang jelas dan tersusun secara spiral, warnanya hijau muda kekuningan.
Baca juga : Andaliman, Rempah Khas Tanah Batak Sumatera Utara
Buah lada tidak bertangkai atau disebut buah duduk , berbiji tunggal, berbentuk bulat atau agak lonjong, umumnya berdiameter 4-6 mm, berdaging, kulitnya berwarna hijau jika msih muda dan berubah warnanya menjadi merah apabila sudah massak.

Tanaman lada dapat diperbanyak dengan biji atau stek batang/sulur. Tetapi umumnya dengan stek batang/sulur karena relatif lebih mudah, murah, dan juga dapat mempertahankan sifat-sifat keturunannya. Perbanyakan dengan biji hanya untuk tujuan penelitian.
Terdapat beberapa jenis lada yang umum dijumpai di Indonesia. Ada lada hitam, lada putih, lada hijau, dan lada merah. Selain dari warnanya yang berbeda, keempat lada tersebut diolah dengan cara yang berbeda pula. Proses pengolahan yang berbeda, membuat masing-masing jenis lada memiliki cita rasa dan aroma yang berbeda.

Dari keempat jenis lada tersebut, masyarakat Indonesia lebih sering memakai lada putih dan lada hitam. Kedua jenis lada ini memiliki perbedaan baik dari penggunaan biji maupun rasanya. Untuk membuat lada putih, petani menggunakan biji lada yang sudah masak. Sementara, lada hitam justru dibuat dari biji yang masih mentah. Selain itu, proses pengolahan lada putih pun lebih rumit dan lama.
Hal inilah yang kemudian membuat rasa dan aroma keduanya berbeda. Lada hitam memiliki rasa dan aroma yang lebih pedas daripada lada putih. Selain itu, masa simpannya pun lebih lama. Cara mengolahan lada hijau dan lada merah berbeda dengan lada lainnya. Kedua jenis lada ini diolah dengan cara direndam dalam larutan air garam atau cuka. Namun demikian penggunaan biji lada yang digunakan berbeda. Lada hijau menggunakan biji lada yang masih mentah. Sementara, lada merah memakai lada matang. (Ramlee)