Tarsius merupakan hewan primata terkecil di dunia dari genus Tarsius, suatu genus monotipe dari famili Tarsiidae, satu-satunya famili yang bertahan dari ordo Tarsiiformes.Meskipun grup ini dahulu kala memiliki penyebaran yang luas, namun semua spesies yang hidup sekarang jumlahnya terbatas dan ditemukan di pulau-pulau di Asia Tenggara.
Secara fisik, tarsius seperti perpaduan antara monyet dan burung hantu. Karena struktur tengkorak kepala dan wajah yang hampir serupa dengan burung hantu namun dengan tubuh seperti monyet. Kepala tarsius bundar dengan moncong tereduksi tanpa struktur pelindung.
Selain bentuk tubuhnya, keunikan tarsius ada pada matanya. Bola matanya hampir tidak dapat digerakkan ke kiri dan ke kanan, sehingga kemampuan visualnya dibantu dengan kemampuan memutar kepala yang dapat mencapai 180 derajat (seperti burung hantu) tanpa memutarkan badannya.
Ukuran mata tarsius lebih besar dibanding otaknya. Mata tarsius digunakan untuk melihat dengan tajam di kegelapan malam, dan memiliki kemampuan penglihatan yang sangat baik. Selain itu pendengaran tarsius lebih tajam daripada fungsi organ penciuman.
Baca juga : Kukang, Primata yang Bergerak Lambat Kian Terancam Punah
Telinganya tipis, membranous dan tidak berambut. Bagian atas telinga dapat dilipat untuk mengurangi daerah permukaan, kemudian seluruh telinga dirapatkan sepanjang samping kepala. Jika sedang mendengar dengan tajam telinga dibuka lebar-lebar dan silih berganti digerakkan ke depan dan ke belakang.
Berbagai jenis tarsius yang ada umumnya ber ukuran sangat kecil sehingga digelari sebagai monyet terkecil, meskipun satwa ini bukan monyet. Hewan ini besarnya tidak lebih dari genggaman tangan orang dewasa. Tarsius memang layak disebut sebagai primata mungil karena hanya memiliki panjang sekitar 10-15 cm dengan berat sekitar 80 gram.
Bahkan Tarsius pumilus atau Pygmy tersier yang merupakan jenis tarsius terkecil hanya memiliki panjang tubuh antara 93-98 milimeter dan berat 57 gram. Panjang ekornya antara 197-205 milimeter. Sedangkan panjang ekor tarsius sekitar 20 hingga 25 cm. Hampir seluruh tubuhnya ditumbuhi rambut tebal dan halus berwarna cokelat keabu-abuan.
Nama Tarsius diambil berdasarkan ciri fisik tubuhnya yang istimewa, yaitu tulang tarsal yang memanjang, yang membentuk pergelangan kaki. Tarsius memiliki kaki belakang dengan panjang dua kali lipat panjang badan dan kepala yang memberikan kekuatan untuk melompat. Dengan demikian tarsius mampu melompat sejauh 3 meter (hampir 10 kaki) dari satu pohon ke pohon lainnya.
Tarsius memiliki kaki belakang yang panjang, hampir dua kali lipat ukuran badannya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar.
Tarsius memiliki kaki belakang yang panjang, hampir dua kali lipat ukuran badannya. Tarsius juga memiliki ekor panjang yang tidak berbulu, kecuali pada bagian ujungnya. Pada ujung ekor memiliki bulu sepanjang kira-kira tujuh cm, biasanya digunakan untuk keseimbangan di saat memanjat dan melompat.
Setiap tangan dan kaki hewan ini memiliki lima jari yang panjang. Jari-jari ini memiliki kuku, kecuali jari kedua dan ketiga yang memiliki cakar. Pada bagian bawah dari jari-jari tangan dan kaki tarsius terdapat bongkolan atau bantalan.
Bantalan inilah yang memungkinkan tarsius mampu melekat pada berbagai permukaan di saat melompat dari cabang ke cabang. Semua jari berkuku dan pada jari kaki kedua dan ketiga terdapat cakar yang berguna untuk menyisir rambutnya dan penahan di saat mendarat di tempat yang licin.
Baca juga : Kuskus, Mamalia Berkantung Dilindungi Khas Indonesia Timur
Tarsius termasuk satwa nokturnal (satwa yang aktif pada malam hari), tarsius hanya beraktifitas pada sore hingga malam hari untuk mencari makan. Ketika malam, tarsius keluar dari sarangnya untuk menjelajahi daerahnya. Namun berbeda dengan hewan nokturnal lain, tarsius tidak memiliki daerah pemantul cahaya (tapetum lucidum) di matanya.
Ketika siang, tarsius menjadi lebih pasif, menghabiskan waktu dengan bersembunyi dan tidur di dahan. Hal unik yang biasa dilakukan tarsius adalah bisa memejamkan sebelah mata dan membiarkan mata satunya terbuka lebar ketika tidur. Kebiasaan unik lainnya adalah ketika peralihan waktu dari siang ke malam, pasangan tarsius akan melakukan duet call, yaitu mengeluarkan suara bersahut-sahutan.
Mangsa utama tarsius adalah serangga seperti kecoa, jangkrik. Namun terkadang juga memangsa reptil kecil, burung, dan kelelawar. Tarsius menangkap mangsanya dengan cara melompat ke arah si mangsa. Kecepatan lompatannya bahkan membuatnya bisa menangkap burung yang sedang terbang.
Habitat tarsius adalah berbagai tipe hutan yaitu hutan hujan tropis, semak berduri, hutan bakau, hingga ladang penduduk. Tarsius juga dapat hidup di hutan primer yang didominasi oleh famili Dipterocarpaceae dan perkebunan karet.
Kelompok tarsius di hutan primer lebih sering memilih tempat tidur di rongga-rongga pohon yang berlubang, terutama pohon Ficus sp, pandan hutan, bambu, dan umumnya jenis berongga, terlindung dari sinar matahari dan agak gelap.
Tarsius menghabiskan sebagian besar hidupnya di atas pohon. Hewan ini menandai pohon daerah teritorinya dengan urine. Tarsius berpindah tempat dengan cara melompat dari pohon ke pohon. Tarsius tidak dapat berjalan di atas tanah, satwa ini akan melompat ketika berada di tanah. Hewan ini bahkan tidur dan melahirkan dengan terus bergantung pada batang pohon.
Sarang tarsius umumnya ditemukan di sekitar hutan sekunder dan perladangan dengan vegetasi yang rapat. Hewan ini berkembang biak dengan cara beranak, setelah melewati masa kehamilan selama enam bulan. Tarsius muda lahir berbulu dan dengan mata terbuka serta mampu memanjat dalam waktu sehari setelah kelahiran.
Setiap sarang tarsius terdapat 3-6 individu dengan komposisi anak, remaja, dan induk atau dalam bentuk keluarga. Pola hidup tarsius selalu membentuk suatu unit sosial yang meliputi sepasang individu dewasa bersifat monogami dan tinggal bersama keturunannya dalam suatu teritorial. Sifat ini akan mempercepat pemusnahan spesies karena mereka akan sukar beradaptasi dengan kelompok lain apabila terjadi perusakan habitat dan hutan.
Baca juga : Tupai, Mamalia Mungil Pintar yang Kian Terancam Keberadaannya
Tarsius hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya. Ketika pasangannya mati, tarsius tidak akan mencari pasangan baru, dan akan membujang seumur hidup. Kelangkaannya dimungkinkan dari sifat monogami ini. Selain itu, perburuan tarsius juga menjadi hal yang tidak bisa dipungkiri membuat hewan ini semakin langka.
Binatang langka dan unik ini sangat sulit untuk dikembangbiakan di luar habitatnya. Bahkan jika ditempatkan dalam kurungan, tarsius akan melukai dirinya sendiri hingga mati karena stres. sampai saat ini telah ditemukan 16 populasi tarsius di Sulawesi, yang kemungkinan dapat menjadi spesies tersendiri dan baru lima spesies di antaranya yang sudah mempunyai nama yaitu T spectrum, T sangirensis, T pumillus, T pelengensis, dan T dianae.
Sampai saat ini, populasi tarsius cenderung menurun. Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources atau Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) pada tahun 2012. Penurunan populasi itu dipengaruhi faktor-faktor dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal). (Ramlee)