Dingiso (Dendrolagus Mbaiso) merupakan jenis kanguru pohon yang sebagian besar hidup di Camp Endasiga, Kampung Sakumba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya. Di Pulau Papua terdapat empat jenis kanguru pohon. Diantaranya kanguru pohon Mantel Emas, kanguru pohon Wondiwoi, Kanguru pohon Huon, dan Dingiso atau kadang disebut juga dengan nama bondegezou.



Dingiso belum sepopuler satwa Papua lainnya seperti burung kasuari dan cenderawasih, karena memang dingiso tidak banyak diketahui publik. Dingiso termasuk satwa langka dan misterius yang tidak mudah untuk ditemukan, namun, beberapa sumber seperti Animalia dan Econusa mencatat populasi mamalia ini terdapat di Barisan Sudirman, Provinsi Papua Tengah, dan juga Taman Nasional Lorentz.

Satwa ini hidup di semak belukar dan hutan pegunungan dengan ketinggian sekitar 3.200-4.400 mdpl, yang merupakan kategori zona sub alpine. Menurut Balai taman nasional Lorentz (2010) zona sub alpine di kawasan taman nasional lorentz dibedakan atas zona sub alpine bawah dengan elevasi 3200 hingga 3650 mdpl dan zona sub alpine atas dengan elevasi 3650 – 4170 mdpl.
Baca juga : Walabi, Mamalia Khas Papua yang Terancam Punah
Kanguru pohon dingiso masih berkerabat dengan kanguru terestrial yang ada di Australia. Mereka sama-sama bagian dari keluarga marsupial Macropodidae. Yakni golongan hewan marsupial alias hewan berkantung yang bersifat herbivora dan hidup di wilayah Australia dan Nugini, termasuk Papua. Oleh karena itu, dingiso juga tergolong sebagai kanguru, tepatnya kanguru pohon.

Namun, tidak seperti kanguru di darat (kanguru tanah) yang panjang badan dan ekornya bisa mencapai 2,5 meter, kanguru pohon berukuran lebih kecil. Dingiso memiliki rata-rata panjang kepala hingga tubuh 52 – 81 cm, panjang ekor 40 – 94 cm, dengan berat badan 6.5 – 14.5 kg.
Dingiso memiliki ekor yang panjang, bagian belakang yang berkembang dengan baik dan memindahkan kedua kaki belakang pada waktu yang sama memiliki gaya berjalan yang khas, kanguru pohon, seperti namanya, disesuaikan dengan kehidupannya di pepohonan.

Dilihat dari bentuk fisik, dingiso malah lebih menyerupai beruang daripada kanguru. Telapak kaki besar dingiso itu seperti bantalan ditutupi dengan kulit kasar yang dikombinasikan dengan kuku melengkung, memberikan cengkraman yang kuat pada batang pohon dan dahan. Ekor panjang berbulu membantu keseimbangan dingiso saat bergerak di pepohonan, serta menguatkan posisinya saat memanjat.
Bulu dingiso yang cukup panjang sebagian besar berwarna hitam, terutama pada bagian kepala, punggung, tangan, dan kaki. Namun, beberapa bagian tubuhnya seperti moncong, leher, dada dan perut berwarna putih. Hewan ini Aktif pada siang dan malam hari, kanguru pohon memakan daun dan buah, yang mereka makan di pohon dan di lantai hutan.

Kanguru pohon biasanya senang menghabiskan waktunya di pepohonan. Satwa ini cekatan ketika naik turun pohon atau melompat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan seimbang. Namun, beberapa sumber menyebutkan jika dingiso tidak seperti kanguru pohon lainnya dan lebih banyak menghabiskan waktu di daratan.
Baca juga : Kuskus, Mamalia Berkantung Dilindungi Khas Indonesia Timur
Dingiso memiliki bentuk fisik yang tidak seperti spesies kanguru pohon lainnya. Tungkai bawah/kaki dingiso berdekatan jadi dapat menghambatnya untuk mengenggam batang pohon. Ekornya tidak sepanjang jenis kanguru pohon yang lain jadi akan menyulitkannya untuk seimbang ketika berada di atas pepohonan.

Ketika hendak turun dari pohon, dingiso tidak melompat melainkan turun perlahan dengan bagian ekor terlebih dahulu menyentuh tanah. Dingiso juga memiliki benjolan di kaki yang mirip dengan spesies musky-rat kangaroo (Hypsiprymnodon moschatus), kanguru terestrial yang hidup di hutan hujan tropis Australia.
Berdasarkan penelitian, dingiso mengalami peralihan dari hewan arboreal ke terestrial. Namun, kurangnya penelitian membuat perilaku dan kebiasaan hidup dingiso tidak banyak terungkap. Keberadaan satwa herbivora ini baru diketahui dunia sains di tahun 1995 ketika zoologist dari Australia dan Indonesia, Tim Flannery dan Boedi, serta anthropologist Alexandra Szalay, menuangkan penemuan kanguru pohon baru ini di Jurnal Mammalia.

Tidak ada yang tahu pasti berapa banyak jumlah dingiso yang berada di habitatnya saat ini. Hewan ini memang cukup misterius karena keberadaannya sulit ditemukan dan masih kurangnya penelitian yang mengangkat dingiso. Namun, berbagai pihak memperkirakan jika populasi marsupial ini terus menyusut akibat berbagai aktivitas manusia.
Bagi Suku Moni yang terdapat di Papua, dingiso bukanlah binatang biasa, satwa ini dianggap sebagai leluhur mereka. Oleh karenanya, satwa termasuk hewan terlarang/sakral sehingga tidak boleh diburu apalagi sampai memakannya. Meski menjadi hewan yang dilindungi oleh masyarakat Suku Moni, menurut WWF, perburuan dingiso masih dilakukan oleh beberapa komunitas adat di Papua untuk konsumsi atau keperluan upacara.

Akibatnya, populasi dingiso terus menurun. Selain itu, populasi dingiso juga menghadapi tekanan akibat perubahan iklim serta peningkatan populasi manusia yang berimbas pada alih fungsi hutan habitat dingiso saat ini. Diperkirakan jika dalam tiga dekade terakhir, populasi dingiso berkurang lebih dari 80 persen.
Baca juga : Tarsius, Primata Terkecil di Dunia yang Unik dan Paling Langka di Dunia
Karena penurunan populasi tersebut, IUCN memberikan status endangered/terancam punah pada dingiso. Sayang sekali, kurangnya informasi mengenai dingiso membuat satwa ini belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Padahal kanguru pohon ini sangat spesial karena cuma ada di Papua saja. Dengan berbagai ancaman terhadap keberadaannya.

Sayang sekali, kurangnya informasi mengenai dingiso membuat satwa ini belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Padahal kanguru pohon ini sangat spesial karena cuma ada di Papua saja. Dengan berbagai ancaman terhadap keberadaannya, semoga saja ada upaya konservasi serius yang dilakukan untuk menyelamatkan keberadaannya. (Ramlee)