Decu (Saxicola caprata) merupakan salah satu jenis burung petarung (fighter) seperti halnya murai batu, kacer, dan sulingan atau tledekan. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Pied Bush Chat. Burung ini merupakan salah satu burung kicau yang cukup populer dipelihara di Indonesia.
Sepintas burung decu memang mirip dengan burung kacer, tetapi memiliki tubuh yang lebih kecil atau bisa dibilang tubuh mini. Memiliki tubuh yang agak gemuk dengan bulu hitam pekat dan elegan membuatnya disukai oleh para kicau mania.
Postur tubuh burung decu yang mungil, dengan rupa mirip kacer, membuat banyak kicau mania menjulukinya sebagai burung kacer mini. Ciri khas burung decu ini adalah sering memainkan ekornya naik-turun, sama seperti burung ciung batu.
Burung decu memiliki suara kicauan ngeroll. Bahkan dengan gampang dan langsung bisa mengenalinya hanya dengan mendengar kicauannya yang khas. Selain itu, kicauan burung decu sangat nyaring dan meleking. Bahkan di alam bebas, kicauannya bisa terdengar dari jarak lebih dari 50 meter ketika burung ini berada di atas pohon.
Baca juga : Kacer, Burung Bersuara Merdu yang Mampu Menirukan Suara Burung Lain
Dari sisi suara, burung ini mampu membawakan berbagai jenis lagu tergantung isian yang diberikan, tetapi dengan ciri utama lengkingan-lengkingan kristal. Saat ketemu lawannya, burung decu akan berkicau sambil bergoyang buka sayap dan ekor seperti halnya burung kacer atau poci/sekoci.
Burung ini termasuk pemakan serangga dan mudah dipelihara bahkan ditangkarkan. Namun karena memang sudah sedikit populasinya, burung ini tidak sepopuler burung tledekan atau sulingan. Meski banyak dijumpai di Indonesia, decu tidak termasuk sebagai burung endemik di negeri ini.
Sebab wilayah persebaran burung ini cukup luas, mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, hingga Asia Tenggara Indonesia. Jika dipetakan, habitatnya tersebar dari Transcaspia, Afghanistan, Persia, India, Myanmar, Filipina, dan Indonesia (terutama Jawa).
Burung decu, atau terkadang disebut decu belang, memiliki kicauan merdu, lagu bervariasi, dan volume suara yang lumayan kencang (melengking nyaring) untuk burung seukurannya. Tubuh sebesar burung gereja, ukuran tubuhnya sekitar 13 cm.
Baca juga : Burung Murai Burung Favorit Kicau Mania yang Kian Langkah
Membedakan jenis kelamin burung decu relatif mudah, karena bisa diamati dari warna bulunya. Burung jantan memiliki warna bulu hitam, kecuali bagian bawah ekornya yang berwarna putih serta semburat warna putih di bagian sayapnya.
Burung decu jantan memiliki warna tubuh dominan dengan warna hitam dan ada warna putih di pantat dan bagian sayap. Sementara burung decu betina hampir sama dengan jantan tetapi memiliki bulu yang lebih pudar warnanya.
Sama seperti halnya burung decu dewasa, sexing pada burung decu yang berumur muda (trotolan ) juga bisa diamati relatif mudah dari warna bulunya. Karena warna bulu burung decu yang masih muda berbulu coklat dengan motif berbintik-bintik.
Habitat burung decu umumnya berada di padang rumput dan semak-semak di lembah-lembah hutan pamah dan dataran tinggi. Hutan pamah adalah hutan yang berada di ketinggian 300 meter dari permukaan laut dan memiliki banyak jenis pohon.
Baca juga : Burung Anis Merah, Burung Kicau Istimewa Bersuara Merdu Bergaya Teler
Burung decu tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bahkan terkadang masih bisa menemui decu liar berada di pinggir – pinggir pesawahan. Selain itu, burung juga sering ditemui di puncak pohon berduri pendek atau semak – semak dan padang rumput terbuka. Tidak jarang burung decu terlihat di area perkampungan, seperti bertengger di kabel dan tiang listrik.
Sarang burung decu biasanya terletak di permukaan tanah yang miring. Terbuat dari rajutan rumput kering yang membentuk seperti cawan. Musim kawin burung decu yang ada di Jawa terjadi sekitar bulan April hingga Desember.
Burung decu termasuk dalam golongan satwa yang tidak dilindungi oleh undang-undang. Dan tidak termasuk dalam Appendix CITES (konvensi internasional yang betujuan untuk membantu pelestarian populasi di habitat alamnya melalui pengendalian perdagangan intenasional spesimen tumbuhan dan satwa liar).
Sedangkan dari sisi status konservasi, IUCN Red List (daftar yang membahas status konservasi berbagai jenis makhluk hidup seperti tumbuhan dan satwa yang dikeluarkan oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources), satwa ini termasuk dalam kondisi risiko rendah/least consern. Namun demikian decu masih tetap harus dijaga kelestariannya, salah satunya dengan upaya penangkaran. (Ramlee)