Udang selingkuh (Cherax monticola) merupakan sebutan untuk lobster air tawar yang mendiami sungai-sungai di Pegunungan Papua pada ketinggian 1.650-1.750 meter di atas permukaan laut. Lobster air tawar ini memiliki penampakan unik, yaitu tubuhnya menyerupai udang dan sekaligus juga memiliki capit seperti kepiting.
Hal inilah yang membuatnya menjadi lebih terkenal dengan sebutan udang selingkuh, dibandingkan sebutan lobster. Karena udang ini dianggap sebagai “perselingkuhan” antara kepiting dan udang. Udang selingkuh dapat ditemui di salah satu habitat alaminya, yakni Sungai Baliem.
Sungai Baliem merupakan sungai besar yang terletak di dataran tinggi Papua, berada pada ketinggian 1650 meter di atas permukaan laut. Sungai ini mengalir sejauh 80 km melalui Lembah Baliem ke arah selatan, bermuara di Pantai Asmat. Air sungai baliem terkenal sangat dingin, bersuhu 14 hingga 18 °C.
Baca juga : Biawak Pohon Tutul Biru, Reptil Endemik dari Raja Ampat Papua
Ciri lain dari udang selingkuh yaitu memiliki cangkang lebih keras dari udang biasa. Ukuran capitnya lebih kecil dari kepiting biasa, serta memiliki warna tubuh hitam agak kebiruan. Sejatinya hewan ini adalah lobster air tawar (freshwater crayfish) atau udang karang meski ukuran tubuhnya tidaklah sebesar lobster air asin.
Secara ilmiah jenis udang selingkuh ini termasuk Genus Cherax sp yang merupakan organisme dasar dan pemakan di dasar perairan. Pegunungan Papua memiliki 13 spesies Cherax, termasuk Cherax monticola yang mendiami Sungai Baliem, dan Cherax lorenzi yang tersebar di wilayah barat hingga Sungai Lorentz.
Udang selingkuh juga dapat ditemukan di Danau Habema, Danau Paniai, Danau Tage, dan Danau Tigi. Menurut jurnal penelitian Hendri S Lekatompessy dan Gretha W Da Costa pada 2019, habitat alami Cherax sp terletak di danau, rawa, atau sungai di daerah pegunungan.
Udang selingkuh memiliki ukuran cukup besar, tapi masih dibawah ukuran lobster. Rasa dagingnya manis, gurih, dan kenyal. Warna aslinya biru, namun bakal berubah jingga usai dicuci dan direbus. Tampilannya sangat mirip kepiting atau lobster yang hidup di laut lepas.
Hari Suroto, seorang peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Lingkungan BRIN, menjelaskan bahwa dalam ekspedisi penelitian hunian awal prasejarah di Lembah Baliem pada 2019, peneliti dari Balai Arkeologi Papua menemukan spesies lain dari udang selingkuh.
Lokasinya terletak di Gua Tobece, Kampung Parema, Distrik Wesaput, Wamena. Perbedaannya terletak pada ukuran tubuhnya. Jika udang selingkuh di Sungai Baliem umumnya lebih besar. Sementara yang ditemukan ukuran tubuhnya lebih kecil, sekitar 1-1,5 sentimeter, dan memiliki sifat transparan sehingga organ dalamnya dapat terlihat dengan jelas.
Baca juga : Labi-Labi Moncong Babi, Satwa Endemik Papua yang Semakin Langka
Lobster air tawar Cherax sp bersifat endemik karena memiliki spesifikasi khusus yang hanya ditemukan di habitat alam tertentu. Penelitian juga menunjukkan bahwa persebaran lobster air tawar Cherax sp ini tidak merata di semua lokasi dan terbatas pada wilayah-wilayah tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa lobster Cherax memiliki kisaran persebaran yang terbatas.
Hewan ini telah menjadi hidangan favorit di Kota Wamena. Orang-orang dari Suku Dani sering menjadikan lobster air tawar sebagai bagian dari hidangan mereka. Suku Dani menangkap udang selingkuh biasanya dilakukan secara perorangan atau berkelompok.
Udang selingkuh ditangkap oleh masyarakat di sungai sekitar Lembah Baliem. Ada yang menangkapnya dengan tangan kosong, seadanya. Ada juga yang menggunakan alat tradisional yaitu sejenis serok terbuat dari rajutan kulit kayu melinjo.
Namun, ada juga yang menangkap menggunakan racun dari tuba. Selain itu, ada juga yang menggunakan peralatan moderen, yaitu menggunakan jaring atau jala yang dibeli di toko. Dengan peralatan terkini, tangkapan bisa lebih banyak.
Daging udang selingkuh memiliki tekstur padat, lembut, dan berserat. Rasanya unik dengan kelembutan, kegurihan, dan sedikit keasaman. Cocok dipadukan dengan berbagai bumbu, dan seluruh tubuhnya dapat dimakan, kecuali kepala.
Biasanya, kuliner ini juga kerap diolah menjadi masakan seperti udang saus tiram, udang lada hitam, udang asam manis, atau udang saus padang. Masyarakat Wamena cenderung tidak menambahkan banyak bumbu karena tekstur dan rasanya yang sudah khas. Proses memasaknya bisa dengan cara dibakar atau direbus.
Baca juga : Mambruk, Burung Dara Endemik Papua Bermahkota Indah
Tidak cuma lezat, udang selingkuh juga kaya akan kandungan gizi, terutama tinggi kalsium dan protein. Selain itu, udang ini mengandung mineral seperti selenium, fosfor, magnesium, sodium, dan zinc dalam kadar yang sesuai dengan kebutuhan gizi manusia. Udang selingkuh juga merupakan makanan rendah kalori, dengan hanya 106 kalori dalam 100 gram daging udang segar.
Namun, sebagian besar penduduk di sekitar Wamena masih lebih suka menangkap udang selingkuh di alam bebas daripada membudidayakannya. Ini berakibat jumlah udang di Sungai Baliem semakin lama semakin berkurang, untuk itu perlu dijaga kelestariannya dengan penangkapan selektif.
Perlu dilakukan penelitian agar udang ini dapat dikembangkan dan dibudidayakan di kolam-kolam alami. Terutama, dengan sumber air tidak pernah kering yang banyak terdapat di Distrik Wesaput, Kabupaten Jayawijaya. Dengan membudidayakan di kolam, diharapkan kesejahteraan masyarakat Baliem akan meningkat, serta populasi udang selingkuh akan terjaga. (Ramlee)
[…] Baca juga : Udang Selingkuh, Lobster Unik dari Sungai Baliem Papua […]