Garangan merupakan kelompok hewan yang berada dalam famili Herpestidae. Keluarga ini terdiri atas 33 spesies mamalia karnivor kecil dari selatan Eurasia dan tanah besar Afrika. Dalam bahasa Inggris, satwa ini disebut dengan mongoose. Bertubuh panjang dan berwarna cokelat menyerupai musang, hewan satu ini kerap terlihat di antara semak-semak.
Keluarga hewan ini memiliki ciri umum berupa bulu berwarna abu-abu dan coklat, hidung runcing, kaki pendek, telinga kecil, dan ekor yang panjang. Luasnya peta persebaran garangan membuat garangan mendiami habitat yang beragam pula. Mulai dari padang pasir di Mesir, hutan tropis di Madagaskar dan Asia, hingga daerah dekat perairan.
Alhasil, jumlah spesies yang masuk ke dalam famili ini juga cukup banyak, yaitu sekitar 30 spesies yang berbeda. Uniknya, saking beragamnya jenis dari garangan membuat gaya hidup garangan juga memiliki perbedaan. Garangan merupakan karnivor yang ahli beradaptasi.
Ada jenis garangan yang memilih tinggal di antara pepohonan dan ada pula yang hidup secara semi akuatik. Ukuran keluarga ini pun cenderung bervariasi. Terbesar adalah garangan Mesir yang mampu mencapai panjang 60 cm dan ada garangan kerdil yang hanya tumbuh sekitar 18 cm saja.
Baca juga : Musang Luwak, Salah Satu Jenis Mamalia Liar yang Kerap Ditemui di Sekitar Permukiman Bahkan di Perkotaan
Garangan ekor putih atau disebut juga White-tailed mongoose berasal Afrika jadi spesies garangan terbesar dengan bobot sekitar 4 kilogram. Sementara itu, garangan kecil Dwarf mongoose jadi spesies terkecil dengan berat maksimal tidak sampai setengah kilogram.
Pada dasarnya garangan merupakan hewan karnivora yang makanan utamanya adalah hewan pengerat, burung, reptil, serangga, hingga kodok, atau hewan apa saja yang berukuran kecil yang ditemuinya. Garangan termasuk hewan yang oportunistis dan cerdik dalam mencari makanannya.
Beberapa jenis garangan juga menyukai buah-buahan maupun telur burung. Ketika berburu, garangan sangat mengandalkan kekuatan gigitan dan kelincahan tubuhnya untuk mengejar mangsanya. Pada beberapa kesempatan terlihat kalau garangan juga sangat cerdik untuk memperoleh makanan.
Misalnya saja ketika satwa ini harus memakan sesuatu yang memiliki cangkang keras. Seperti telur, kepiting, moluska, atau kacang-kacangan, garangan akan memanfaatkan batu dan memukul-mukul cangkang keras tersebut hingga terbuka dan dapat dikonsumsi.
Baca juga : Musang Congkok, Mamalia Langka Asal Sumatera Barat Bercorak Hitam dan Kuning
Beberapa jenis garangan ada yang hidup menyendiri atau berdua saja dengan pasangannya. Sedangkan sebagian lagi hidup dalam kelompok dengan jumlah besar bahkan sampai 50 ekor. Seperti halnya Meerkat, garangan kerdil (Dwarf mangoose), dan Banded mongoose.
Jenis garangan yang berkelompok diketahui punya cara komunikasi yang terbilang kompleks. Misalnya saja jenis meerkat, jenis garangan yang hidup di Afrika ini punya 10 panggilan berbeda untuk berkomunikasi dengan anggota kelompoknya.
Jenis-jenis panggilan ini antara lain adalah bergumam, mengerang, menggonggong, hingga suara seperti meludah. Bagi kelompok garangan ini, jenis-jenis suara tersebut bisa berarti untuk peringatan jika ada bahaya, memanggil kawanan, bercengkerama dengan anggota lain, sinyal untuk berburu, hingga untuk mencari pasangan.
Ada beberapa hal yang menarik dari keluarga garangan ini, khususnya pada genus Herpestes, yakni tidak kenal takut dengan ular berbisa seperti cobra. Bahkan, beberapa jenis garangan justru menargetkan ular sebagai makanan sehari-harinya.
Baca juga : Musang Sulawesi, Satwa Endemik Sulawesi yang Misterius
Keberanian garangan terhadap ular berbisa tentu bukan tanpa alasan. Garangan memanfaatkan kelincahan dan kekuatan giginya agar dapat menundukkan ular berbisa. Garangan akan mencari celah ketika sang ular lengah ataupun meleset ketika akan mematuknya, lalu kemudian akan menerkam kepala ular hingga mati.
Tidak cuma itu, beberapa jenis garangan juga punya kekebalan terhadap kandungan neurotoxic dalam bisa ular. Meski bukan sepenuhnya kebal pada racun, namun sistem saraf pada garangan memiliki mutasi spesial dimana neurotoxic sulit untuk mengikat reseptor asetilkolin nikotinat di tubuhnya sehingga racun itu akan jadi kurang efektif.
Kehadiran garangan di habitat alaminya memang sangat membantu untuk mengontrol populasi hama seperti tikus. Garangan Jawa sempat diperkenalkan ke Hawaii, Fiji, wilayah Karibia, sampai Jepang untuk mengendalikan populasi tikus dan ular.
Sayangnya, garangan Jawa yang dibawa justru malah menghancurkan habitat di kedua tempat tersebut. Menurut laporan, garangan Jawa menghabisi sejumlah hewan endemi, khususnya burung. Akibatnya, garangan Jawa saat ini dilarang untuk dibawa ke beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Selandia Baru.
Meskipun garangan dapat menyebabkan kehancuran spesies lokal di habitat baru, justru di habitat asalnya beberapa jenis garangan sedang terancam keberadaannya. Ini terjadi utamanya karena garangan kehilangan habitat alami secara terus-menerus. (Ramlee)