Setiap tanggal 3 Maret diperingati sebagai Hari Satwa Liar Sedunia (World Wildlife Day). Hari Satwa Liar Sedunia adalah hari peringatan internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk semua hewan dan tumbuhan liar di dunia.
Hari Satwa Liar Sedunia tahun ini mengambil tema “Partnerships for Wildlife Conservation” atau “Kemitraan untuk Konservasi Satwa Liar”. Tema tersebut diambil untuk menghormati pihak yang telah bersinergi membuat perubahan.
Tujuannya untuk menambah kesadaran dan kepedulian terhadap satwa serta tumbuhan liar di dunia. Hari ini juga sebagai pengingat bagaimana satwa dan tumbuhan liar berkontribusi untuk kehidupan dan kesehatan manusia dan bumi.
Peringatan ini sudah digelar sejak 2014. Hari Satwa Liar Sedunia diterapkan pertama kali oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Itu berdasarkan rekomendasi yang disampaikan beberapa negara, yang merupakan peserta CITES Sixteenth Conference of the Parties (COP 16).
COP 16 adalah konferensi yang diselenggarakan Konveksi Perdagangan Internasional di Bangkok pada 3-14 Maret 2013. Pada konferensi itu, negara-negara yang tergabung membahas mengenai peran penting Konvensi Perdagangan Internasional, untuk memastikan perdagangan internasional tidak mengancam kelangsungan hidup flora dan fauna liar yang terancam punah.
Baca juga : Kakatua Raja si Hitam Eksotis Endemik Tanah Papua
Mengutip World Wildlife Day, Hari Satwa Liar Sedunia diproklamirkan pada 20 Desember 2013 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations General Assembly/UNGA) pada sesi ke-68. Dalam sesi tersebut ditetapkan 3 Maret sebagai Hari Satwa Liar Sedunia.
Tanggal 3 Maret dipilih bukan tanpa alasan. Pada tanggal tersebut, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) atau Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah disahkan tahun 1973.
Tahun ini tepat 50 tahun perayaan CITES dalam melakukan kerja kolaboratif guna konservasi langsung secara global. Konvensi tersebut merupakan perjanjian internasional antara pemerintah untuk memastikan perdagangan internasional spesimen hewan dan tumbuhan liar tidak mengancam kelangsungan hidup spesies tersebut.
Satwa liar memberikan beranekaragam manfaat bagi negara maju maupun berkembang. Seperti untuk makan, sebagai obat, maupun memberikan kesejahteraan bagi umat manusia. Namun seiring dengan perkembangan waktu, konsumsi makin meningkat dan kepunahan spesies hewan liar tidak bisa dihindari.
Hari Satwa Liar Sedunia bisa menjadi ajang untuk mensosialisasikan pentingnya membatasi kejahatan terhadap hewan liar, untuk mempertahankan populasinya. Dalam situs resminya, PBB menyampaikan tema Hari Satwa Liar Sedunia 2023 yakni ‘Partnerships for Wildlife Conservation’ artinya ‘Kemitraan untuk Konservasi Satwa Liar’.
Tema tersebut memberikan kesempatan untuk membuat perubahan lebih baik. Khususnya dalam memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberlanjutan, konservasi satwa liar dan keanekaragaman hayati.
Baca juga : Soa Soa Layar Dinosaurus Mini dari Indonesia Timur
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan dunia.
Indonesia nomer satu dalam hal kekayaan mamalia dan menjadi habitat 1.771 aneka jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia, hidup di Indonesia. Indonesia merupakan habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa yang hanya ditemukan di Indonesia saja.
Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya.
Penyebab Kepunahan Satwa Liar
Penyebab terancam punahnya satwa liar Indonesia setidaknya ada dua hal yaitu:
• Berkurang dan rusaknya habitat
• Perburuan dan perdagangan satwa liar
Berkurangnya luas hutan menjadi faktor penting penyebab terancam punahnya satwa liar di Indonesia, karena hutan menjadi habitat utama bagi satwa liar. Konversi hutan menjadi perkebunan sawit, tanaman industri, dan pertambangan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar, termasuk satwa langka seperti Orang Utan, Harimau Sumatera, dan Gajah Sumatera.
Perburuan satwa liar itu juga sering berjalan seiring dengan pembukaan hutan alami. Satwa liar dianggap sebagai hama oleh industri perkebunan, sehingga di banyak tempat satwa ini dimusnahkan. Setelah masalah habitat yang semakin menyusut secara kuantitas dan kualitas, perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar Indonesia.
Berbagai jenis satwa dilindungi dan terancam punah masih diperdagangkan secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa tersebut maka akan semakin mahal pula harganya.
Sebanyak 40% satwa liar yang diperdagangkan mati akibat proses penangkapan yang menyakitkan, pengangkutan yang tidak memadai, kandang sempit, dan makanan yang kurang.
Baca juga : Kelinci Belang Sumatera, Spesies Endemik Sumatera Paling Langka di Dunia
Sekitar 60% mamalia yang diperdagangkan di pasar burung adalah jenis yang langka dan dilindungi undang-undang. Sebanyak 70% primata dan kakatua yang dipelihara masyarakat menderita penyakit dan penyimpangan perilaku. Banyak dari penyakit yang diderita satwa itu bisa menular ke manusia.
Mengapa harus melindungi satwa liar?
Satwa liar menjadi bagian dari ekosistem di alam atau pada suatu habitat. Di dalam habitat tercakup kebutuhan dasar untuk mahluk hidup – air, makanan, ruang, dan tempat berlindung. Bila salah satu kebutuhan dasar itu tidak ada atau terbatas, akan memengaruhi satwa liar di dalamnya.
Begitu juga bila di dalam habitat atau di alam tidak ada satwa yang memakan tumbuhan atau satwa lain, jumlah predator akan meningkat dan tidak ada keseimbangan di alam. Maka melindungi satwa liar menjadi peran semua orang, termasuk dari pemerintah hingga masyarakat. (Ramlee)