Kura-kura Matahari (Heosemys spinosa) atau dikenal juga sebagai Kura-kura Duri merupakan spesies kura-kura semi-akuatik asli Indonesia (Sumatera, Kalimantan) dan Asia Tenggara. Kura-kura Matahari sangat unik, bisa juga disebut hewan tidak biasa.

Hal ini karena bentuk tempurungnya yang terbilang berbeda dari kura-kura pada umumnya. Karapas pada bagian tepi yang dimiliki Kura-kura Matahari berbentuk bergerigi atau meruncing menyerupai duri. Sehingga kura-kura spesies ini disebut juga dengan Kura-kura Duri.
Spesies kura-kura ini dikenal juga dengan nama Spiny Turtle karena bentuk karapas atau tempurungnya yang khas. Karapas kura-kura dewasa berwarna cokelat dengan garis pucat pada bagian tengahnya. Kepalanya didominasi warna cokelat kehitaman dan terdapat garis berwarna merah yang tampak samar di tepi kepalanya.

Tungkainya bersisik tebal berwarna kemerahan. Kura-kura Matahari juga memiliki keping tepi karapas (keping marginal) yang meruncing atau bergerigi seperti duri. Duri-duri ini akan semakin menghilang seiring Kura-kura Matahari tumbuh dewasa.
Baca juga : Kura-kura, Reptil yang Bisa Hidup Ratusan Tahun
Duri-duri ini juga berfungsi sebagai pelindung dari serangan predator. Karakteristik lain dari Kura-kura Matahari adalah adanya keel (lunas) yang cukup tajam di tengah karapas atau bagian keping vertebral, lunas ini juga terkadang tumbuh di antara keping vertebral dan keping marginal.

Di Indonesia terdapat 45 spesies kura-kura matahari yang termasuk dalam 7 famili. Habitat aslinya adalah di hutan Kalimantan dan Sumatera. Kura-kura ini biasanya tinggal di sekitar sungai yang dikelilingi hutan dan sering menghabiskan waktunya di daratan untuk mencari makanan.
Sebagai kura-kura air tawar, Kura-kura Matahari gemar berada di sungai-sungai dangkal. Meski demikian, sebagai satwa semi-akuatik, spesies ini juga sering naik ke daratan, khususnya lantai hutan yang lembab dan kadang juga bersembunyi di antara tumpukan daun, rerumputan atau semak-semak.


Di hutan Sumatera, Kura-kura Matahari juga kerap ditemukan berada di dalam cekungan tanah bekas pijakan kaki gajah. Kura-kura Matahari memiliki ukuran tubuh yang tidak terlalu besar. Karapas kura-kura dewasa dapat berukuran sekitar 21 cm hingga 24 cm dengan bobot tubuh sekitar 1.5 hingga 2 kg.
Kura-kura Matahari merupakan spesies herbivora. Kura-kura Matahari banyak memakan buah-buahan yang jatuh dari pepohonan serta berbagai jenis vegetasi hutan lainnya. Makanan utamanya adalah buah ara. Meskipun begitu, terkadang ia memakan beberapa jenis invertebrata.

Kehidupan kura-kura matahari cenderung soliter dan tidak bersifat territorial, sehingga mereka tetap berada di area yang sama. Kura-kura ini hanya aktif pada waktu tertentu, seperti saat senja, untuk mencari makanan, sementara sebagian besar waktu dihabiskan untuk bersembunyi.
Baca juga : Kura-kura Hutan Sulawesi, Satwa Endemik yang Terancam Punah
Kura-kura Matahari berkembang biak secara ovipar (bertelur), biasanya setelah musim hujan. Perkawinan dipicu oleh air hujan. Jantan akan mengejar betina untuk kawin. Jika betina bersedia, akan menyerah dan membiarkan jantan naik ke punggungnya untuk kawin.

Setelah betina akan mencari lokasi bersarang yang aman. Kura-kura betina akan menggali sarang di tanah pada malam atau dini hari untuk bertelur, biasanya 1-3 butir per musim. Dan Kura-kura Matahari betina bisa bertelur hingga 3 kali setahun.
Telur akan ditimbun dan dibiarkan menetas dengan bantuan panas matahari. Telur membutuhkan waktu 106–145 hari untuk menetas. Jenis kelamin tukik (anak kura-kura) dipengaruhi suhu media untuk menimbun telur-telur tersebut.

Suhu lebih tinggi cenderung menghasilkan betina, suhu lebih rendah cenderung menghasilkan jantan. Setelah menetas, tukik akan memecahkan cangkang dan keluar sendiri. Anak Kura-kuar Matahari memiliki karapas yang lebih berduri.
Selain itu Kura-kura Matahari yang masih muda juga memiliki karapas yang cenderung lebih datar. Seiring bertambahnya usia, bentuk cangkang berduri kura-kura ini akan menghilang sedikit demi sedikit. Duri tersebut sebenarnya berfungsi untuk melindungi diri dari predator yang ingin memangsa Kura-kura Matahari yang masih muda ini.

Ketika merasa terancam, Kura-kura Matahari akan mengeluarkan kotorannya (defekasi) sebagai bentuk pertahanan diri. Mekanisme pertahanan paling umum bagi semua jenis kura-kura adalah cangkangnya yang keras, yang terdiri dari karapas (bagian atas) dan plastron (bagian bawah).
Baca juga : Baning Sulawesi, Kura-kura Darat Endemik Sulawesi yang Nasibnya Terancam Punah
Saat merasa terancam, Kura-kura Matahari akan memasukkan kepala, kaki, dan ekornya sepenuhnya ke dalam cangkangnya untuk perlindungan fisik yang maksimal. Kura-kura Matahari memiliki fitur unik berupa duri-duri di bagian tepi cangkangnya, terutama terlihat pada spesimen muda.

Duri-duri ini berfungsi sebagai penghalang fisik tambahan, membuat predator lebih sulit untuk memegang atau memakan kura-kura tersebut. Meskipun mekanisme pertahanan ini efektif melawan predator alami, sayangnya duri dan cangkangnya tidak cukup untuk melindungi diri dari ancaman terbesar yang dibawa oleh manusia, seperti perburuan ilegal dan hilangnya habitat alaminya akibat deforestasi.
Akibatnya, populasi Kura-kura Matahari ini terancam dan menjadi langka, sehingga saat ini semakin sulit ditemui di alam liar. Ironinya, meski dianggap sebagai spesies langka, kura-kura matahari belum terdaftar sebagai hewan yang dilindungi di Indonesia. Daftar merah IUCN (International Union for Conservation for Nature) memasukkan Kura-kura Matahari sebagai satwa dengan status konservasi Terancam (Endangered/EN). (Ramlee)
