Burung-madu (Nectarinidae) terdiri atas puluhan spesies dan menjadi salah satu jenis burung peliharaan penghobi burung kicauan (kicau mania) yang cukup populer. Bahkan sering disalahkaprahi para kicau mania Indonesia dengan sebutan “kolibri”. Bahkan di beberapa tempat sudah banyak kelas kolibri yang dimainkan dalam event lomba burung kicauan.
Kolibri merupakan burung-burung dari kelompok hummingbird, dan hanya bisa dijumpai di Amerika Utara. Adapun burung-madu termasuk kelompok sunbird, dengan wilayah persebaran di Kawasan Oriental, mulai dari Asia Tengah, wilayah selatan China, hingga Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Burung-madu memang mempunyai morfologi yang mirip dengan burung kolibri. Hal ini merupakan hasil evolusi konvergen, yaitu spesies yang tidak terkait akan mengembangkan fitur morfo-anatomi yang sama karena gaya hidupnya yang sama pula. Sebagian besar spesies burung-madu merupakan pemakan nektar.
Sebagaimana burung kolibri, burung-madu juga mempunyai kemampuan terbang melayang atau hovering ketika mengambil nektar bunga yang sulit dijangkau dengan bertengger (kemampuan hovering ini juga dimiliki oleh burung branjangan). Bentuk sayapnya yang pendek memudahkan burung-madu terbang melesat dengan cepat dan searah.
Baca juga : Branjangan, Burung Cerdas yang Suka Terbang Vertikal Sembari Berkicau
Karena banyak mengkonsumsi nektar dari bunga, burung-madu disebut juga nectarivorus atau nectarivora. Meskipun makanan utama berupa nektar, mereka juga kerap menyantap buah-buahan, serangga, dan laba-laba. Kebutuhan akan serangga dan laba-laba makin meningkat saat musim berkembang biak, terutama saat merawat anak-anaknya.
Burung-madu termasuk burung diurnal, atau hanya aktif pada siang hari saja. Jenis burung-madu sangat beragam, bahkan mencapai 132 spesies. Mereka umumnya mendiami kawasan hutan, semak belukar, sabana, daerah pesisir, perkebunan, hingga ladang pertanian.
Beberapa spesies bahkan menjadi fasilitator dalam penyebaran tanaman parasit seperti mistletoe, atau dikenal sebagai hama pembunuh pohon. Burung-madu berukuran relatif kecil. Di balik posturnya yang imut, mereka mempunyai kemampuan akrobatik yang sangat bagus, termasuk saat mencari nektar pada kelopak bunga.
Beberapa spesies dari burung ini mampu mengepakkan sayapnya hingga 90 kali/detik di udara. Selain itu burung ini juga mampu untuk terbang mundur dan dengan lincahnya burung ini dapat terbang dengan manuver yang tinggi, yakni kecepatannya mampu menempuh hingga 54 km/jam atau 15 meter/detik.
Panjang tubuh burung-madu bervariasi antara 9 cm hingga 15 cm. Burung jantan rata-rata memiliki ukuran tubuh lebih besar dari burung betina. Burung jantan umumnya mempunyai warna bulu lebih cerah dan berkilauan, terdiri atas berbagai kombinasi warna hijau, biru, ungu, merah, dan kuning. Sedang burung betina cenderung mempunyai warna bulu lebih kusam.
Paruhnya berbentuk tipis, melengkung, dengan ujung lidah yang terbalut bulu-bulu halus. Burung-madu memiliki peranan sangat penting dalam penyerbukan berbagai jenis tumbuhan. Selama ini lebah dan kupu-kupu tidak bisa menjangkau bagian nektar yang tersembunyi di bagian bawah “tabung” bunga.
Baca juga : Sepah Raja, Burung Madu Cantik yang Mulai Langka
Burung-madu termasuk burung penetap alias non-migran. Mereka umumnya tinggal di habitat yang sama sepanjang tahun, dan hanya melangsungkan perjalanan pendek ke daerah yang memiliki banyak makanan.
Beberapa spesies burung-madu akan menurunkan suhu tubuhnya dan menurunkan tingkat metabolismenya pada malam hari. Kondisi penurunan aktivitas fisiologis ini dikenal sebagai mati suri, yang dilakukan untuk mempertahankan energi.
Karena itu, burung-madu yang kerap aktif pada malam hari cenderung mudah lemas pada keesokan harinya. Burung-madu gemar menghabiskan waktunya di bawah sinar matahari, karena bisa membantu menghemat energi yang kelak akan digunakan untuk menghasilkan panas tubuh.
Burung-madu ternyata mempunyai suara panggilan unik untuk berkomunikasi, yang terdengar mirip dengan suara serangga. Tetapi penggemar burung di manca negara rata-rata tidak menyukai suara tersebut, sehingga burung-madu tidak begitu populer sebagai burung peliharaan di sejumlah negara.
Burung-madu umumnya hidup berpasangan atau dalam kelompok keluarga kecil. Burung-madu jantan punya sifat teritorial dan sangat agresif, bahkan bisa membunuh burung-madu lain yang melanggar wilayahnya.
Masa perjodohan dan musim kawin biasanya berlangsung selama periode basah tahunan (musim penghujan). Burung-madu bersifat monogami dan akan berpasangan seumur hidupnya. Burung betina bertelur sebanyak 1-3 butir di sarang menggantung yang terbuat dari serat tanaman, lumut, dan jaring laba-laba.
Baca juga : Sogok Ontong, Salah Satu Jenis Burung Kicau Andalan untuk Dijadikan sebagai Masteran Burung Berkicau Lainnya
Selanjutnya, telur akan dierami selama 18-19 hari hingga menetas. Kedua indukan akan bersama-sama merawat dan membesarkan anaknya. Burung kangkok dan honeyguides terkadang menitipkan telurnya di sarang burung-madu. Burung-madu mampu bertahan hidup lebih dari 7 tahun di alam liar.
Indonesia memiliki beberapa spesies burung-madu yang merupakan burung endemik. Salah satunya adalah burung-madu matari/flame-breasted sunbird (Cinnyris solaris) yang ditemukan di Nusa Tenggara. Masyarakat di Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, menyebutnya sebagai peti, yang berarti burung kecil.
Selain matari, masih banyak spesies burung-madu endemik Indonesia, antara lain burung-madu hitam (Leptocoma sericea) habitatnya di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Burung-madu sangihe (Aethopyga duyvenbodei), merupakan burung endemik Sulawesi dan termasuk kategori sangat langka. Burung-madu gunung (Aethopygia eximia) dan burung-madu jawa (Aethpyga mystacalis), keduanya burung endemik Pulau Jawa.
Burung-madu dapat dengan mudah dibedakan jenis kelaminnya, hanya dengan melihat warna bulunya saja. Karena burung jantan memiliki warna lebih cerah daripada burung betinanya, dan memiliki warna metalik atau lebih mengkilap.
Seluruh spesies burung-madu atau semua anggota keluarga Nectarinidae sudah ditetapkan dalam daftar burung dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No 7 / Tahun 1999. Ada sanksi tegas terhadap para melanggar peraturan tersebut, baik pidana maupun denda. (Ramlee)