Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan tanaman semak-semak dari keluarga Asteraceae yang ekstrak daunnya dimanfaatkan sebagai produk gula atau pemanis alami. Stevia berasal dari beberapa wilayah Brasil dan Paraguay yang memiliki lingkungan lembab dan basah dan telah digunakan sebagai pemanis alami selama berabad-abad.
Tanaman stevia umumnya dikenal dalam bahasa Inggris sebagai candyleaf, sweetleaf, atau sugarleaf. Tanaman ini memiliki daun yang sangat manis dan dapat digunakan sebagai pengganti gula. Stevia menjadi semakin populer dalam beberapa tahun terakhir karena kebutuhan akan alternatif yang lebih sehat untuk gula.
Sejak tahun 1960-an, budidaya tanaman stevia secara komersial telah menyebar ke Jepang , Asia Tenggara, dan Amerika Serikat. Bahkan hingga ke daerah yang beriklim tropis ringan seperti di daerah perbukitan Nepal atau India (wilayah Assam).
Tanaman ini lebih menyukai kondisi hangat, lembap, dan cerah. Stevia juga lebih menyukai tanah berpasir. Tanaman ini tidak dapat bertahan hidup di cuaca beku selama musim dingin. Untuk itu budidaya tanaman stevia di Eropa menggunakan rumah kaca.
Baca juga : Tanaman Pecut Kuda, Tanaman Liar dengan Segudang Manfaat untuk Kesehatan
Stevia adalah tanaman musiman yang tumbuh setinggi 30–65 cm. Batangnya bulat, berbulu, bercabang banyak, dan berwarna hijau. Daunnya berbentuk bulat telur, memanjang dan tumbuh di sepanjang batang dan berjajar satu sama lain.
Tanaman stevia memiliki bunga kecil berwarna putih dengan aksen ungu muda dan tidak berbau. Bunganya biasanya dipangkas untuk meningkatkan rasa daunnya. Stevia berakar tunggang. Tanaman stevia menghasilkan buah yang berbentuk gelendong bergaris.
Di alam liar, stevia juga ditemukan di habitat semi kering, mulai dari padang rumput hingga daerah pegunungan. Di habitat semi kering ini menghasilkan biji, tetapi hanya sebagian kecil biji yang berkecambah. Dilihat sepintas, stevia seperti tanaman semak pada umumnya.
Daun dari tanaman stevia ini jika dikunyah akan terasa manis seperti gula. Karenanya, tidak heran jika tanaman ini menjadi bahan alternatif pengganti gula yang ideal. Bahkan, tingkat kemanisannya 250 – 300 kali lebih tinggi dari sukrosa atau gula tebu.
Stevia telah digunakan selama berabad-abad oleh masyarakat Guarani di Brazil dan Paraguay. Masyarakat di negara-negara tersebut menyebut tanaman stevia ini dengan ka’a he’e (ramuan manis) untuk mempermanis teh yerba mate lokal, sebagai obat, dan sebagai “suguhan manis”.
Pada tahun 1899, ahli botani Moisés Santiago Bertoni pertama kali menggambarkan tanaman tersebut tumbuh di Paraguay Timur dan mengamati rasanya yang manis. Ketika ekstrak daunnya diolah menjadi bubuk, dan bubuk manis pun digunakan sebagai pengganti gula di sebagian besar negara maju.
Baca juga : Tanaman Gedi, Dikenal sebagai Sayuran Konsumsi Sekaligus Bermanfaat bagi Kesehatan
Senyawa kimia yang menghasilkan rasa manis pada daun stevia adalah berbagai steviol glikosida (terutama stevioside dan rebaudioside ), yang memiliki rasa manis 200–300 kali lipat dari gula tebu. Stevioside adalah suatu glikosida diterpen yang sangat manis, tetapi hampir tidak mengandung kalori. Daun Stevia mengandung 9,1% stevioside dan 3,8% rebaudioside A.
Tanaman stevia sangat potensial dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan pemanis atau gula alami pendamping gula tebu dan pengganti gula sintetis. Gula stevia memiliki kelebihan, yaitu tidak bersifat karsinogen dan juga rendah kalori.
Karena manfaatnya tersebut, tanaman stevia banyak dibudidayakan. Bibit stevia dapat diperoleh dari benih, setek, tunas, dan juga kultur jaringan. Namun, cara yang paling banyak digunakan, yaitu melalui setek karena dirasa lebih cepat dan praktis.
Stevia memiliki daya adaptasi lingkungan yang sangat luas, dari daerah tropik sampai sejauh 60° LU dengan musim dingin cukup ekstrem. Di daerah subtropik stevia dapat tumbuh di dataran rendah. Di daerah tropik stevia dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 250 m dpl (Bogor), namun pertumbuhan optimum diperoleh pada daerah dengan ketinggian tempat 800-2000 m dpl, dengan suhu optimum berkisar 20-30 °C.
Tanaman stevia dapat dipanen setelah mencapai usia 45–60 hari setelah ditanam, dengan ketinggian sekitar 40-60 cm dan daunnya rimbun. Untuk menjaga kadar gula agar tidak menurun, pemanenan sebaiknya dilakukan sebelum tanaman stevia mulai berbunga.
Proses pemanenan dilakukan dengan cara memotong bagian batang atau tangkai sepanjang 10-14 cm dari permukaan tanah. Selanjutnya, batang tersebut dirompes, dan hanya daunnya yang diambil. Setelah dipanen, daun stevia perlu dikeringkan di bawah sinar matahari langsung selama 4-5 jam. Pemanenan berikutnya dapat dilakukan setiap 30-60 hari sekali.
Baca juga : Geranium, Tanaman Berbunga Cantik yang Mampu Mengusir Nyamuk
Waktu yang baik untuk melakukan pemanenan daun stevia, yaitu pada waktu pagi hari. Setelah dipanen, selanjutnya daun stevia dikeringkan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering buatan untuk mempercepat proses pengeringan.
Gula yang diperoleh dari proses pengolahan stevia tidak mengandung kalori, sehingga mengkonsumsi makanan maupun minuman berbahan gula stevia ini tidak akan mengalami kenaikan berat badan, sehingga baik bagi yang sedang menjalani program diet.
Menurut penelitian, stevia tergolong aman digunakan sebagai pemanis untuk orang dengan diabetes. Karena bukan gula dan mengandung nol kalori, konsumsi stevia tidak merusak kestabilan kadar gula darah, termasuk untuk pengidap diabetes.
Stevia aman digunakan untuk penderita kolesterol tinggi. Sebuah studi mengungkapkan orang yang rutin mengonsumsi stevia selama satu bulan mengalami peningkatan kadar kolesterol baik (HDL), serta penurunan kadar kolesterol jahat (LDL) maupun trigliserida.
Gula stevia juga tidak membuat gigi berlubang, membantu mencegah kanker pankreas, membantu mengurangi konsumsi gula pada anak. Khasiat daun stevia diduga dapat bantu memelihara tekanan darah yang sehat. Beberapa jenis glukosida yang terkandung di dalam stevia disinyalir dapat membantu melebarkan pembuluh darah. Kandungan ini diyakini pula bisa meningkatkan pembuangan natrium maupun frekuensi buang air kecil. Pada gilirannya, hal ini dapat membantu mencegah tekanan darah tinggi. (Ramlee)